Pematangsiantar, Sinata.id – Rendahnya serapan anggaran dan capaian retribusi sampah di Kota Pematangsiantar bukan sekadar persoalan teknis, melainkan mencerminkan krisis nilai dan paradigma manusia dalam memandang lingkungan, demikian penilaian Filsuf lingkungan dari Binus University, Dr Frederikus Fios.
“Kita cenderung memandang lingkungan sebagai objek yang dapat dieksploitasi dan diukur dengan parameter ekonomi semata, tanpa mempertimbangkan nilai intrinsik dan ekstrinsik dari realitas lingkungan itu sendiri,” kata Fios kepada Sinata.id, Kamis, (25/9/2025).
Dia berpendapat, persoalan sampah tidak bisa dilihat semata dari angka anggaran dan realisasi, tetapi juga menyangkut dimensi moral dan etis.
“Pengelolaan sampah yang baik adalah masalah moral dan etis karena melibatkan tanggung jawab kita manusia terhadap lingkungan, kesehatan masyarakat, dan generasi manusia di masa mendatang,” tuturnya.
Ia menekankan pentingnya prinsip kehati-hatian (Precautionary Principle), tanggung jawab (Principle Of Responsibility) dan keadilan (Principle Of Justice) dalam tata kelola sampah.
Fios menyatakan, alokasi anggaran yang besar seharusnya dipahami bukan sekedar urusan ekonomi, melainkan investasi ekologis demi keberlanjutan lingkungan dan kesehatan masyarakat.
“Jika lingkungan hanya dipandang sebagai sumber daya ekonomi, kepentingan profit akan lebih dominan. Kita perlu mengubah paradigma agar pengelolaan sampah dijalankan secara efektif, efisien, dan berkeadilan,” terangnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas LHK Kota Pematangsiantar Dedy Tunasto Setiawan menyampaikan bahwa pihaknya terus mengejar target yang sejauh ini masih mengalami deviasi yang tinggi.
Ia menyebut bahwa pihaknya akan menyesuaikan tarif retribusi persampahan untuk pelanggan PDAM dan Non-PDAM.
“Izin pimpinan kita akan melakukan pemutakhiran Data Wajib Retribusi,” ucap Dedy dalam raker dengan Komisi III DPRD, pada Senin (15/9/2025). (SN15)