Sinata.id – Fenomena perilaku konsumsi generasi milenial kerap mendapat sorotan. Tidak jarang mereka dijuluki sebagai kelompok paling konsumtif, terutama karena kebiasaan belanja daring, nongkrong di kafe estetik, hingga mengikuti tren terbaru di media sosial. Namun, di balik stigma tersebut, tersimpan potensi ekonomi yang sangat besar jika mampu dimanfaatkan secara cermat.
Mengapa Milenial Terlihat Konsumtif?
Label konsumtif yang melekat pada generasi ini sejatinya bukan sekadar cerminan sifat boros. Pola konsumsi mereka dibentuk oleh sejumlah faktor penting:
1. Gaya Hidup Serba Instan
Perkembangan teknologi digital telah mengubah cara masyarakat berbelanja dan memenuhi kebutuhan. Hanya dengan beberapa sentuhan layar, segala kebutuhan dapat terpenuhi, mulai dari makanan, hiburan, hingga perjalanan.
Studi memproyeksikan, pada 2030 milenial bersama Gen Z akan menyumbang sekitar 50 persen konsumsi nasional. Pertumbuhan e-commerce yang mencapai 25 persen per tahun sejak 2020 turut memperkuat tren ini. Belanja online pun tidak lagi sekadar berburu diskon, melainkan sudah menjadi bagian dari kebutuhan rutin.
2. Fenomena FOMO (Fear of Missing Out)
Media sosial menjadi salah satu pemicu utama lahirnya perilaku konsumtif. Kehadiran kafe baru, produk kecantikan viral, hingga konser musik internasional membuat milenial merasa perlu untuk ikut serta agar tidak tertinggal tren.
Riset menunjukkan, 89 persen konsumen Indonesia membeli produk karena terpapar konten media sosial, sementara 61 persen milenial terdorong melakukan pembelian akibat pengaruh influencer.
3. Prioritas pada Pengalaman dibanding Aset
Berbeda dengan generasi sebelumnya yang lebih menekankan kepemilikan aset, milenial lebih mengutamakan pengalaman. Bepergian, kuliner, atau menghadiri konser dianggap sebagai bentuk investasi emosional.
Di Indonesia, survei menunjukkan 84 persen milenial menilai perjalanan wisata sebagai sarana “penyegaran mental”, sementara 90 persen menganggap kuliner sebagai bagian paling berkesan dari pengalaman berlibur.
4. Tekanan Citra di Media Sosial
Kehidupan digital membuat identitas pribadi banyak dibangun melalui apa yang ditampilkan di media sosial. Fenomena ini dikenal sebagai consumption for self-branding, yaitu konsumsi untuk mendukung citra diri.
Menurut Indonesia Millennial Report 2024, 72 persen milenial memilih produk atau layanan yang dapat menunjang penampilan mereka di media sosial. Tidak mengherankan apabila coffee shop bergaya modern, brand fashion lokal estetik, hingga paket wisata dengan spot “Instagrammable” terus diburu.
Bidang Konsumsi Favorit Milenial
Beberapa sektor terlihat menonjol sebagai pilihan utama milenial, sekaligus membuka peluang bisnis yang menjanjikan:
-
Kuliner dan Kopi Kekinian: Kafe estetik, minuman musiman, dan makanan siap saji dengan kemasan menarik menjadi bagian dari gaya hidup.
-
Wisata dan Healing: Mulai dari staycation singkat hingga perjalanan jarak jauh, semua dikaitkan dengan kebutuhan akan relaksasi.
-
Fashion dan Identitas Diri: Dari fesyen cepat (fast fashion), thrift shop, hingga jasa penyewaan busana, semua diminati demi menunjang penampilan.
-
Gaya Hidup Digital: Layanan berlangganan hiburan, aplikasi belajar, hingga belanja daring kini dianggap kebutuhan primer.
-
Kesehatan dan Kebugaran: Mulai dari kelas yoga, produk makanan sehat, hingga perawatan kulit berbahan alami semakin populer di kalangan milenial.
Peluang Bisnis di Balik Konsumsi Milenial
Alih-alih memandang pola konsumtif sebagai tantangan, pelaku usaha justru dapat menjadikannya peluang strategis. Beberapa pendekatan yang dapat diterapkan antara lain:
-
Inovasi Produk Sesuai Tren
Perubahan tren yang cepat menuntut pelaku usaha untuk adaptif. Produk yang mengikuti selera terkini lebih mudah diterima pasar. -
Bisnis Berbasis Komunitas
Milenial cenderung mencari kebersamaan dalam gaya hidup. Usaha yang membangun jejaring komunitas, seperti ruang kerja bersama atau klub hobi, memiliki potensi besar. -
Digital dan Layanan Antar
Kehadiran secara daring menjadi syarat utama. Produk maupun jasa kini dituntut dapat diakses secara digital serta terintegrasi dengan layanan pengantaran. -
Bisnis Ramah Lingkungan
Kesadaran akan keberlanjutan mulai tumbuh. Produk ramah lingkungan, seperti fesyen daur ulang atau layanan isi ulang (refill station), semakin diminati.
Strategi Menangkap Pasar Milenial
Agar dapat bersaing di pasar yang dinamis, pelaku usaha disarankan menerapkan strategi berikut:
-
Melakukan riset tren secara cermat agar tidak terjebak pada fenomena musiman.
-
Membangun merek yang komunikatif dan relevan dengan gaya komunikasi milenial.
-
Menghadirkan pengalaman yang berkesan, baik dari sisi produk maupun layanan.
-
Mengoptimalkan strategi pemasaran digital berbasis interaksi dan storytelling.
(A46)