Sinata.id – Gelombang tarif baru dari Amerika Serikat kembali membayangi ekonomi global. Meski ekonomi dunia sejauh ini mampu bertahan, ancaman kenaikan tarif oleh Presiden Donald Trump terhadap produk China memunculkan kekhawatiran yang akan memicu guncangan serius pada pasar global.
Ekonomi dunia sejauh ini menunjukkan ketahanan luar biasa. Konsumen Amerika Serikat tetap berbelanja, perusahaan menahan kenaikan biaya, dan euforia kecerdasan buatan (AI) memicu investasi besar di pusat data dan komputasi awan.
Hasilnya, Produk Domestik Bruto (PDB) AS tumbuh pesat pada kuartal kedua, dan indeks saham S&P 500 melonjak 32% sejak April.
Namun, ketenangan itu terancam. Presiden Trump baru-baru ini mengumumkan rencana tarif tambahan 100% untuk produk China mulai 1 November.
Baca Juga: Batalkan Wacana BPN, Purbaya Fokus Benahi Kebocoran Pajak dan Bea Cukai
Meskipun ada kemungkinan mundur jika China menahan pembatasan logam langka, pengumuman ini menimbulkan gelombang ketidakpastian baru.
Para menteri keuangan dan bank sentral dunia kini bersiap menghadiri pertemuan tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia di Washington.
Agenda utama termasuk bantuan US$20 miliar untuk Argentina, pemanfaatan aset Rusia yang dibekukan untuk Ukraina, serta diskusi tentang utang global yang melonjak hingga rekor hampir US$338 triliun.
Kekhawatiran utama para ekonom adalah perlambatan global yang mungkin muncul. “Ketahanan saat ini disambut baik, tapi sulit dipertahankan,” kata Karen Dynan, profesor ekonomi Harvard.
Ancaman tarif baru, pelemahan upah di AS, perlambatan perekrutan, dan kontraksi ekonomi di Jerman dan China memperkuat sinyal peringatan.
Sektor teknologi juga menjadi sorotan. Euforia AI saat ini mengingatkan pada gelembung dot-com 25 tahun lalu, menurut Direktur Eksekutif IMF Kristalina Georgieva.
Para ekonom memperingatkan bahwa koreksi tajam di sektor ini bisa memperlambat pertumbuhan global, meningkatkan tekanan pada negara berkembang, dan bahkan menunda momentum konsumsi konsumen AS.
Beberapa perusahaan sudah mulai merasakan dampak, termasuk Acme Food Sales Inc., yang mengimpor makanan dari seluruh dunia.
“Harga barang di rak toko swalayan pasti akan naik. Tidak ada cara untuk menghindarinya,” kata CEO Mike Brundidge.
Proyeksi Bloomberg Economics memprediksi pertumbuhan PDB global tahun depan sekitar 2,9%, sedikit melambat dibanding tahun ini. Volume perdagangan global diperkirakan juga menurun signifikan, akibat dampak tertunda dari tarif dan ketidakpastian politik.
Frederic Neumann dari HSBC menambahkan, “Angin yang bergerak berlawanan terhadap ekonomi global semakin kencang. Balasan terhadap penumpukan sebelumnya tampaknya tak terhindarkan.”
Sementara itu, optimisme teknologi dan AI tetap menjadi pendorong utama pasar. Namun, ekonom Alexis Crow dari PwC AS memperingatkan, hype AI tidak otomatis menjamin pertumbuhan jangka panjang.
Keputusan investasi dan produktivitas yang berkelanjutan akan menentukan apakah booming AI benar-benar menjadi mesin penggerak ekonomi global. [zainal/a46]