Sinata.id – Di jantung Pulau Flores, berdiri sebuah gunung berapi yang bentuknya begitu sempurna hingga menyerupai piramida raksasa. Namanya Gunung Inerie, mahakarya alam di Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur, yang bukan hanya memikat mata, tetapi juga membangkitkan rasa ingin tahu lewat legenda kuno yang hidup di tengah masyarakat setempat.
Menyapa Sang “Ibu yang Cantik”
Gunung Inerie menjulang gagah setinggi 2.227 meter di atas permukaan laut, hanya berjarak sekitar 15 kilometer dari Kota Bajawa. Bagi warga Ngada, gunung ini lebih dari sekadar bentang alam, namun juga sebagai simbol kehidupan, penjaga tradisi, sekaligus kebanggaan tanah leluhur.
Nama “Inerie” sendiri berasal dari bahasa lokal: Ine berarti ibu, dan Rie berarti cantik. Julukan itu terasa begitu pas, karena kerucut gunung yang runcing dan anggun memang memberi kesan seorang “ibu jelita” yang mengawasi daratan Flores. Dari kejauhan, siluet Inerie yang menyerupai piramida Mesir kuno tampak mendominasi cakrawala, seolah menjadi penanda arah bagi siapa pun yang melintas.
Baca Juga: The Kaldera Toba Nomadic Escape, Destinasi Glamping Romantis di Jantung Keindahan Danau Toba
Di kaki gunung terhampar Lembah Jerebuu, kawasan subur yang menjadi rumah bagi kampung-kampung adat dengan rumah tradisional berarsitektur khas. Wilayah ini sekaligus menjadi pintu masuk bagi para pendaki yang ingin merasakan sensasi menapaki jalur menuju puncak Inerie.
Jejak Pertarungan dalam Legenda
Di balik keelokannya, Gunung Inerie menyimpan cerita rakyat yang diwariskan turun-temurun. Alkisah, ada seorang perempuan cantik bernama Ine Rie yang hidup bersama suaminya, Manu Lalu. Kehidupan mereka tentram, hingga muncul seorang pemuda bernama Ebu Lobo yang jatuh hati pada Ine Rie dan berusaha merebutnya.
Baca Juga: Wisata Kaldera Toba, Destinasi Romantis Berkelas Dunia
Pertarungan pun tak terelakkan. Saat tombak dilempar ke arah Ine Rie, hiasan rambutnya terlempar jauh hingga ke Poso Rora. Dengan keberanian, Ine Rie membalikkan senjata itu hingga mengenai punggung Ebu Lobo. Konon, tubuh Ebu Lobo berubah menjadi Gunung Inerie. Asap yang kadang mengepul dari kawahnya dipercaya sebagai jejak abadi dari pertarungan tersebut.
Dari Geologi hingga Letusan Bersejarah
Tak hanya sarat kisah mitos, Gunung Inerie juga menyimpan catatan geologi penting. Gunung ini terbentuk akibat aktivitas vulkanik sejak lebih dari satu juta tahun lalu. Letusan terakhirnya terjadi pada 1951, menghasilkan aliran lava yang sempat meluas hingga ke desa-desa sekitarnya.
Baca Juga: Pantai Bebas Parapat Kini Jadi Destinasi Wisata Modern, Bikin Bebas Berekspresi di Tepi Danau Toba
Posisinya berada di jalur Cincin Api Pasifik, tempat lempeng Indo-Australia bertemu dan menunjam ke bawah lempeng Eurasia. Pergerakan dahsyat itulah yang memicu lahirnya gunung berapi megah ini—sebuah simbol kekuatan sekaligus misteri bumi.
Wisata Alam dan Budaya yang Menyatu
Bagi para pendaki, menapaki lereng Inerie bukan sekadar perjalanan fisik, melainkan pengalaman spiritual. Saat fajar menyingsing, cahaya keemasan matahari yang perlahan menyapu puncak menciptakan pemandangan tak terlupakan: bayangan piramida yang menembus awan, seolah gunung ini hendak berbicara dengan langit.
Namun daya tarik Inerie tak berhenti di puncaknya. Jalur pendakian melewati kampung-kampung adat yang masih setia menjaga tradisi leluhur. Dari rumah-rumah beratap ilalang hingga ritual khas masyarakat Ngada, semuanya memberi warna tersendiri bagi siapa pun yang berkunjung. (*)