Oleh: Pastor Dion Panomban
Saat Teduh Abba Home Family tanggal 4 September 2025
Pada akhirnya, setiap manusia akan sampai pada satu titik di mana tidak ada lagi siapa pun yang bisa menyertai kita—bukan pasangan, bukan anak, bukan orang-orang yang kita kasihi. Saat itu hanya tinggal kita sendiri berhadapan dengan Dia, Tuhan Allah kita.
Inilah sebabnya mengapa membangun kedalaman hidup di dalam Dia begitu penting. Iman bukan hanya sekadar percaya, melainkan sebuah perjalanan pribadi yang terus bertumbuh bersama Tuhan. Iman itu dibangun bukan hanya lewat pengetahuan tentang Allah, melainkan melalui pengalaman nyata berjalan bersama-Nya—jatuh bangun, belajar mendengar, dan mentaati suara-Nya.
Perjalanan iman seringkali penuh dengan pergumulan: melawan logika manusia, mengalahkan keraguan, dan memilih percaya pada firman-Nya meski realita hidup terlihat sebaliknya. Sedikit demi sedikit, perjalanan itu membawa kita pada pengenalan yang sejati, bahwa hanya Allah satu-satunya tempat terbaik bagi kita. Kedalaman iman bukanlah sekadar informasi tentang Tuhan yang hebat, tetapi pengalaman pribadi bersama Dia—seperti Musa ketika bertemu Allah melalui semak yang menyala.
Pembacaan Alkitab:
1 Petrus 2:18–21 (TB)
Pertanyaan Perenungan:
1. Untuk apakah kita dipanggil? (ayat 20–21)
2. Mengapa penderitaan karena Kristus disebut kasih karunia? (ayat 19–22)
3. Apa yang sedang Anda alami saat ini—penderitaan karena kasih karunia atau karena kebodohan?
4. Mengapa kita tetap harus tunduk bahkan kepada pemimpin yang bengis sekalipun? (ayat 18)
5. Bagaimana Anda mendefinisikan “tunduk dan takut” kepada pemimpin? (ayat 16)
Mari kita terus melatih diri untuk berjalan dalam iman yang sejati, sebuah perjalanan yang penuh dengan kasih karunia, sekalipun melalui penderitaan. Sebab untuk itulah kita dipanggil—mengikuti jejak Kristus, yang telah lebih dulu menderita bagi kita.
Selamat bersaat teduh. (A27)