Pematangsiantar, Sinata.id – Kepolisian Resor Pematangsiantar mulai menyelidiki dugaan pungutan liar (pungli) di Kelurahan Timbang Galung. Polisi mengonfirmasi bahwa pihaknya telah mendengar informasi dan akan memverifikasi kebenaran informasi tersebut.
“Kami telah mendengar keluhan masyarakat dan sedang memeriksa apakah pungutan ini memiliki dasar hukum yang sah,” ujar Kanit Reskrim Ipda Lizar Hamdani saat dihubungi Sinata.id, Kamis (10/7/2025).
Sejumlah warga Timbang Galung mengaku tidak nyaman dengan kebijakan iuran Siskamling yang diberlakukan sejak 1 Mei 2025. Meski diklaim sebagai hasil musyawarah, banyak yang merasa terpaksa membayar karena khawatir mendapat tekanan sosial dari pengurus RT.
“Kalau tidak bayar, takut dikucilkan atau dianggap tidak mendukung keamanan lingkungan. Ini seperti dipaksa,” ungkap seorang warga yang meminta namanya dirahasiakan.
Pungutan ini diatur melalui Surat LPM Kelurahan Timbang Galung Nomor 034.4/400/10/217/IV/2025, yang ditandatangani oleh Lurah Syahrizal Hasibuan dan Ketua LPM berinisial MAL.
Dalam surat tersebut disebutkan bahwa rapat RT, RW, Ketua Lingkungan, dan LPM pada 28 April 2025 menetapkan besaran iuran mulai Rp10 ribu sampai Rp100 ribu, setiap bulannya.
Pembayaran dilakukan setiap tanggal 1 bulan dengan kupon resmi yang ditandatangani lurah dan Ketua LPM serta dibubuhi stempel kelurahan.
Ketika dikonfirmasi, Lurah Syahrizal Hasibuan membenarkan adanya pungutan tersebut. Ia menegaskan bahwa kebijakan ini merupakan hasil kesepakatan bersama dalam musyawarah.
“Ini murni inisiatif warga melalui RT, RW, dan LPM. Kami hanya menindaklanjuti kesepakatan yang sudah dibuat,” kata Syahrizal, kepada Sinata.id beberapa waktu lalu.
Praktisi hukum Pondang Hasibuan memberikan pandangan kritis. Menurutnya, meski disetujui dalam musyawarah, pungutan wajib tetap memerlukan payung hukum yang jelas.
“Musyawarah tidak serta-merta membuat pungutan menjadi legal. Jika tidak ada dasar peraturan daerah atau perundang-undangan yang mengatur, ini berpotensi melanggar hukum,” tegas Pondang.
Ia juga mengingatkan bahwa aparat desa dan kelurahan harus berhati-hati dalam menerapkan kebijakan yang melibatkan uang masyarakat. Pelanggaran bisa dikenakan sanksi berdasarkan UU Tipikor, KUHP, atau UU No 5 Tahun 2014 tentang ASN.
Ipda Lizar Hamdani menyatakan, timnya akan memeriksa dokumen dan memanggil pihak terkait untuk memastikan apakah pungutan ini memenuhi asas keadilan dan kepatuhan hukum.
“Jika terbukti melanggar, kami akan mengambil tindakan sesuai prosedur,” pungkasnya. (*)