Oleh: Pastor Dion Panomban
Kasih bukan hanya sebuah perasaan—ia adalah pengalaman yang diolah dalam waktu, ditempa melalui luka, dan dimurnikan lewat pengampunan. Kita sering merasa sudah mengasihi, tetapi Firman Tuhan menegaskan bahwa kasih yang sejati hanya dapat dipahami ketika kita lebih dulu mengalami kasih Allah. Dari sanalah kita mampu mengasihi secara benar, bahkan ketika kita dilukai oleh orang-orang terdekat sekalipun.
Mengasihi berarti memilih untuk tidak membiarkan luka berubah menjadi dendam; tidak membiarkan kekecewaan berubah menjadi kepahitan. Kasih memberi kekuatan untuk tetap bersyukur meski keadaan tak selalu mudah.
Pertanyaannya: Apakah kita masih hidup dalam kasih?
Renungan saat teduh hari ini mengajak kita melihat kembali isi hati kita melalui pembacaan dari 1 Yohanes 3:19–24.
1. Apa maksud ayat 19–20?
Ayat ini menegaskan bahwa ketika kita hidup dalam kebenaran—mengasihi, menaati Tuhan, dan menjaga hati—kita memiliki ketenangan di hadapan-Nya.
Tetapi ketika hati kita menuduh kita, Allah lebih besar dari hati kita, artinya Ia mengetahui motivasi, pergumulan, dan sukacita terdalam kita.
Dengan kata lain, Allah memahami kita lebih daripada kita memahami diri sendiri, dan kasih-Nya selalu mendahului setiap kelemahan kita.
2. Apa arti tuduhan hati di ayat 20–21?
“Tuduhan” adalah rasa bersalah, kegelisahan, atau ketidakyakinan yang muncul ketika hati kita menyadari ketidakkonsistenan dalam hidup kita.
Jika hati kita terus menuduh, kita kehilangan keberanian untuk datang kepada Allah.
Namun ketika hati kita tidak menuduh—karena hidup kita selaras dengan kasih dan firman-Nya—kita memiliki keberanian untuk mendekat kepada Allah dengan penuh keyakinan.
Inilah damai dari Allah yang memampukan kita hidup tanpa kemunafikan, sebab kasih menghilangkan rasa takut.
3. Apa alasan doa kita dijawab? (Ayat 22)
*Doa dijawab karena dua alasan utama:*
1. Kita menuruti perintah-Nya
2. Kita melakukan apa yang berkenan di hati-Nya
Artinya, jawaban doa bukan hanya soal meminta—tetapi tentang relasi.
Doa yang dijawab lahir dari kehidupan yang selaras dengan kehendak Allah.
4. Mengapa percaya adalah perintah Tuhan? (Ayat 23)
Percaya kepada Yesus Kristus bukan sekadar pilihan spiritual—itu adalah fondasi keselamatan dan kehidupan rohani.
Tanpa percaya, tidak ada hubungan dengan Allah.
Kasih bertumbuh dari iman, dan iman bekerja melalui kasih. Karena itu, percaya adalah perintah yang menuntun kita kepada kehidupan yang berpusat pada Kristus.
5. Apa definisi “tinggal dan diam dalam Allah”? (Ayat 24)
Tinggal dalam Allah berarti:
* hidup dalam ketaatan kepada firman-Nya,
* membiarkan Roh Kudus membimbing langkah kita,
* hidup dalam kasih sebagai gaya hidup, bukan momen sesaat.
Ketika kita tinggal di dalam Allah, identitas, pikiran, dan tindakan kita dipenuhi oleh Roh Kudus. Dan ketika Allah tinggal dalam kita, hidup kita memancarkan karakter Kristus.
Kasih bukan sekadar kata. Ia adalah bukti bahwa kita hidup dalam Allah dan Allah hidup di dalam kita.
Kasih bukan hanya sesuatu yang kita terima—tetapi sesuatu yang kita hidupi. Di dalam kasih, kita menang.[A27].






