Pematangsiantar, Sinata.id – Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Kota Pematangsiantar Julham Situmorang saat ini sedang berhadapan dengan hukum.
Julham telah pula ditetapkan penyidik dari Unit Tindak Pidana Korupsi Sat Reskrim Polres Pematangsiantar sebagai tersangka. Namun ia tidak ditahan oleh penyidik.
Terkait status tersangka Julham Situmorang tersebut, Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Pematangsiantar, Junaedi Sitanggang beberapa hari lalu kepada Sinata.id mengatakan, mencopot jabatan karena berstatus tersangka merupakan tindakan menjustifikasi seseorang bersalah.
Namun, pendapat berbeda datang dari Patar Luhut Panjaitan, seorang Anggota DPRD Kota Pematangsiantar dari Komisi 1 yang membidangi pemerintahan dan kepegawaian.
Ditemui di ruangan Fraksi Partai Gerindra DPRD Kota Pematangsiantar, Patar Luhut Panjaitan mengatakan, sebagai tersangka Julham akan disibukkan dengan urusan hukum yang ia hadapi. Baik untuk klarifikasi, maupun saat dipanggil untuk menjalani pemeriksaan.
“Kalau sudah tersangka, tentu banyak dibutuhkan klarifikasi, banyak pemeriksaan,” ujar Patar, Senin 21 April 2025.
Dengan demikian, sebutnya, maka waktu Julham akan banyak habis untuk menghadapi kasus hukumnya. Sehingga, bila Walikota Pematangsiantar memperhatikan hal itu, maka ada baiknya walikota menonaktifkan Julham untuk sementara dari jabatan Kadishub Kota Pematangsiantar.
Penonaktifan sementara dilakukan, karena Julham belum tentu bersalah. “Karena belum tentu terpidana,” ungkapnya.
Sehingga penonaktifan sementara dilakukan, untuk menunggu perkara memiliki keputusan berkekuatan hukum tetap (inkrah). “Digantikan dengan yang lain untuk sementara, hingga kasusnya tuntas,” katanya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, penyidik Polres Pematangsiantar menjerat tersangka Julham Situmorang dengan Pasal 12 huruf e subsider Pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU Pemberantasan Korupsi.
Sesuai UU Nomor 20 Tahun 2002, dengan pasal yang disangkakan, Julham terancam penjara paling singkat 4 tahun, dan paling lama 20 tahun. Serta pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. (*)