Sinata.id – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok, terkoreksi sekitar 4,14% meski investor asing masih melakukan aksi beli bersih sebesar Rp1,94 triliun. Angka ini memang positif, namun jauh menurun dari pekan sebelumnya yang menembus Rp3,2 triliun.
Dari data perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG sempat menanjak hingga posisi tertinggi di level 8.288, namun kemudian terjerembab ke titik terendah di 7.915. Nilai kapitalisasi pasar pun ikut melorot menjadi Rp14.746 triliun, atau terkoreksi sekitar 5,2% dalam sepekan terakhir.
Tak hanya itu, nilai transaksi harian rata-rata juga turun menjadi Rp27,45 triliun, melemah 2,44% dibandingkan minggu sebelumnya. Aksi jual yang massif membuat pasar domestik tertutup dalam warna merah, dengan tekanan kuat dari sejumlah saham unggulan.
Saham Unggulan Jadi Pemberat
Tercatat beberapa emiten besar menjadi penyumbang tekanan terbesar bagi IHSG.
-
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) menekan indeks hingga -37,5 poin.
-
PT Barito Pacific Tbk (BRPT) turut menyumbang beban -37,43 poin.
-
PT Multipolar Technology Tbk (MLPT) juga ikut menekan dengan -31,59 poin.
Menurut data Bloomberg Technoz, jelang penutupan perdagangan, IHSG bahkan sempat terperosok lebih dari 3% ke posisi 7.880, sebelum akhirnya menutup pekan pada 7.915 atau -2,57%. Volume transaksi melonjak mencapai 40,27 miliar saham dengan nilai perdagangan sekitar Rp28,55 triliun, sebagian besar didorong aksi jual besar-besaran dari investor domestik.
Baca Juga: Cara Prabowo Tegur Menteri Nakal: Cukup Tiga Kali Peringatan, Setelah Itu Reshuffle!
Sentimen eksternal menjadi faktor dominan. Ketegangan geopolitik dan ekonomi antara Amerika Serikat dan China kembali memanas, terutama soal perang dagang dan ekspor mineral tanah jarang (rare earth).
Ekonom dan praktisi pasar modal Hans Kwee menilai pelemahan IHSG pekan ini bukan kebetulan.
“Korelasi bearish kali ini lebih banyak dipicu tensi perang dagang AS-China. Donald Trump menaikkan tarif impor dari China hingga 100%, dan pasar langsung bereaksi negatif,” ungkap Hans.
Ia menambahkan, meski secara fundamental ekonomi Indonesia masih stabil, ketidakpastian global membuat pelaku pasar memilih menahan diri. “Dari dalam negeri sendiri sebenarnya aman, tapi pelaku pasar jadi lebih waspada setelah muncul pernyataan soal ‘saham gorengan’,” tambahnya.
Sinyal dari Bank Indonesia
Dari sisi domestik, survei Bank Indonesia (BI) turut memberi warna pada pergerakan indeks. Dalam laporannya, BI menyebut aktivitas dunia usaha melambat pada kuartal III-2025.
Namun, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menjelaskan masih ada beberapa sektor yang menunjukkan pertumbuhan positif.
“Lapangan usaha seperti pertambangan dan penggalian, konstruksi, industri pengolahan, serta jasa keuangan masih mencatatkan kenaikan,” tuturnya.
Sektor administrasi pemerintahan dan jaminan sosial juga disebut menjadi penopang di tengah tekanan global.
Pekan ini menjadi ujian tersendiri bagi daya tahan pasar modal Indonesia. Di tengah badai eksternal dan arus jual domestik, aksi beli asing masih menunjukkan adanya kepercayaan investor global terhadap prospek ekonomi Indonesia. Namun, tren pelemahan yang tajam menunjukkan pasar tengah berada dalam fase koreksi besar. [zainal/a46]