Sinata.id – Sebuah terobosan ilmiah yang memicu debat etika mendalam terungkap awal tahun ini. Para peneliti di Universitas Johns Hopkins berhasil menciptakan miniatur otak manusia utuh di laboratorium. Gagasan ini pun membuat publik bertanya-tanya.
Namun, kemajuan ini diiringi oleh sebuah pertanyaan besar yang menggelisahkan: bagaimana jika suatu saat nanti, organ buatan ini memiliki kesadaran?
Temuan tersebut adalah sejenis organoid—massa kecil jaringan manusia yang ditumbuhkan dari sel punca. Organoid dirancang untuk meniru fungsi organ guna mempelajari penyakit dan menguji obat baru.
Namun, kompleksitas organoid otak yang kian meningkat, seperti yang dikembangkan dalam studi Johns Hopkins, memunculkan spekulasi di kalangan ilmuwan.
Obyek menyerupai kacang kenari ini di masa depan berpotensi memiliki kesadaran, sebuah kemungkinan yang membawa implikasi etika sangat besar.
Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan. Sebuah jajak pendapat yang dilakukan oleh Live Science, mengukur respons 657 pembaca terhadap pertanyaan provokatif: “Jika organoid otak memiliki kesadaran, haruskah kita bereksperimen padanya?”
Hasilnya terbagi tajam, mencerminkan kompleksitas masalah ini:
Sebanyak 25% responden bersikap hati-hati, menyatakan bahwa eksperimen pada organoid yang tidak sadar masih dapat diterima asalkan diawasi ketat.
Sebanyak 23% menolak keras gagasan tersebut. Mereka berargumen bahwa tidak ada pembenaran etis untuk bereksperimen pada entitas yang mungkin memiliki kemampuan berpikir, merasakan sakit, atau ketakutan, sekalipun masih primitif. Salah satu responden berkomentar, “Saya benar-benar tidak melihat terobosan di sini yang sepadan dengan nyawa makhluk ciptaan ini setelah mereka sadar.”
Sisanya terbagi antara yang memperbolehkan dengan regulasi (22%), yang menganggap tidak perlu perubahan aturan (19%), dan yang ragu-ragu.
Meskipun batas antara jaringan hidup dan kesadaran masih samar, laju perkembangan teknologi ini yang pesatlah yang menjadi inti perdebatan. Eksperimen sebelumnya hanya melibatkan organoid sederhana, namun kini para ilmuwan telah dapat menyusun versi yang lebih kompleks, yang menghubungkan berbagai bagian materi otak. (A58)