Sinata.id – Sidang kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan kembali memantik sorotan publik. Jaksa penuntut umum secara terbuka menyebut nama Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, dalam pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Selasa (16/12/2025).
Dalam persidangan tersebut, JPU membacakan dakwaan terhadap Sri Wahyuningsih, mantan Direktur Sekolah Dasar pada Direktorat Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah periode 2020–2021.
Jaksa menegaskan, dari proyek pengadaan perangkat pembelajaran berbasis teknologi informasi itu, Nadiem disebut memperoleh keuntungan hingga ratusan miliar rupiah.
Jaksa menyatakan bahwa keuntungan yang mengalir kepada Nadiem Makarim mencapai angka Rp809,59 miliar.
Pernyataan itu disampaikan secara resmi saat surat dakwaan dibacakan di hadapan majelis hakim.
Baca Juga: Hotman Paris Resmi Tak Lagi Dampingi Nadiem, Keluarga Tunjuk Dua Pengacara Baru
Sidang dakwaan kali ini tidak hanya menjerat satu terdakwa.
Selain Sri Wahyuningsih, jaksa juga menghadirkan dua terdakwa lain, yakni Ibrahim Arief yang berperan sebagai konsultan staf khusus menteri, serta Mulyatsyah selaku Direktur SMP di Kemendikbud Ristek.
Sementara itu, sidang dakwaan terhadap Nadiem Makarim sendiri harus ditunda hingga pekan depan, Selasa (23/12/2025), karena yang bersangkutan masih menjalani perawatan medis di rumah sakit.
Dalam uraian dakwaan, jaksa membeberkan dugaan rekayasa sejak tahap perencanaan proyek digitalisasi pendidikan.
Sri Wahyuningsih bersama Nadiem Makarim, Ibrahim Arief, Mulyatsyah, dan Jurist Tan diduga secara bersama-sama menjalankan pengadaan laptop Chromebook dan layanan Chrome Device Management untuk tahun anggaran 2020 hingga 2022 dengan mengabaikan prinsip-prinsip pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Jaksa menilai, kajian kebutuhan perangkat teknologi informasi dan komunikasi sengaja diarahkan pada penggunaan Chromebook berbasis sistem operasi Chrome OS, tanpa kajian objektif yang dapat dipertanggungjawabkan.
Bahkan, penyusunan harga satuan serta alokasi anggaran disebut dilakukan tanpa survei pasar dan tanpa data pendukung yang memadai.
Kondisi tersebut kemudian dijadikan acuan berkelanjutan hingga penganggaran tahun 2021 dan 2022.
Pengadaan laptop pun dilaksanakan melalui e-Katalog dan aplikasi Sistem Informasi Pengadaan Sekolah (SIPLah) tanpa evaluasi harga yang layak serta tanpa referensi pembanding yang sah.






