Sinata.id – Seperti sebuah babak tambahan penuh kejutan, Jose Mourinho resmi kembali ke Benfica, klub yang pernah menjadi gerbang pertamanya ke dunia manajerial sepak bola. Bukan sebagai pelatih timnas Portugal seperti yang dulu ia bayangkan, tetapi sebagai nahkoda baru klub raksasa Lisbon itu. Kontrak berdurasi dua tahun ini seolah mengikat cerita lama yang belum selesai, dua dekade setelah perpisahan yang penuh ketegangan.
Kemenangan 3-0 Benfica atas AVS pada debut keduanya terasa seperti adegan pembuka film epik. Mourinho berdiri di pinggir lapangan, wajahnya menyiratkan ketenangan seorang jenderal berpengalaman. Sorak-sorai suporter memenuhi Estadio da Luz, stadion yang kini menyambut kembali anak yang pernah pergi dalam keadaan tak harmonis. Suasana ini seperti komentator sepak bola yang terhenti sejenak untuk menikmati momen: sang “Special One” pulang, bukan sebagai pemula, tetapi sebagai legenda.
Rahasia yang Terbongkar
Dalam sesi wawancara usai laga, Mourinho mengungkapkan rahasia yang membuat banyak pihak terperangah. “Saya selalu tahu suatu hari akan kembali ke Portugal,” ucapnya, suaranya tenang namun penuh makna. “Tapi saya kira itu untuk tim nasional.” Pernah datang tawaran dari federasi, namun ia menolak. Keputusan itu kini terasa seperti plot twist, dia justru dipanggil kembali ke Benfica, klub yang dulu hanya memberinya 10 pertandingan sebelum hubungan mereka pecah.
Jejak Panjang di Eropa
Sejak meninggalkan Benfica pada tahun 2000, Mourinho menjelajahi benua biru: membawa Porto juara Liga Champions, mengukir dinasti di Chelsea, menaklukkan La Liga bersama Real Madrid, hingga mencatat sejarah di Inter Milan dan Manchester United. Kini, di usia 62 tahun, dia kembali dengan koleksi trofi dan pengalaman yang membuatnya jauh berbeda dari sosok yang dulu pergi.
Ironisnya, kembalinya Mourinho hanya berselang sebulan setelah Fenerbahce, klub yang ia akui sebagai “kesalahan”, tumbang di babak play-off Liga Champions… dari Benfica. Takdir sepak bola, seperti sering kita dengar dari komentator, memang memiliki cara unik untuk menulis skenarionya sendiri.
Tantangan di Depan Mata
Tugas Mourinho tidak ringan. Benfica yang kehilangan arah setelah dipecatnya Bruno Lage membutuhkan stabilitas. Ujian pertamanya adalah laga kontra Rio Ave—momen emosional yang bisa menjadi batu loncatan. Namun ujian sejati menanti pada 30 September, ketika Benfica bertandang ke Stamford Bridge untuk menghadapi Chelsea, klub yang dulu menjadikannya ikon dunia.
Pertemuan itu dijamin akan menguras emosi. Fans Chelsea akan menyambut mantan pahlawan mereka, sementara Mourinho akan memimpin tim yang dulu ia lawan, di panggung yang pernah memberinya kejayaan. Seorang komentator mungkin akan berkata: “Inilah sepak bola—penuh drama, nostalgia, dan ironi yang tak tertandingi.”
Benfica dan Sang Anak yang Pulang
Kepulangan Mourinho ke Benfica bukan sekadar pergantian pelatih. Ini adalah bab baru dalam kisah panjang seorang legenda yang selalu menulis ulang sejarah. Bagi suporter Benfica, Mourinho bukan hanya pelatih; dia adalah simbol kebanggaan nasional yang kembali untuk menebus masa lalu. Dan bagi dunia sepak bola, momen ini adalah pengingat bahwa jalan pulang sering kali hadir melalui jalur yang paling tak terduga. (A46)