“Moderasi itu bukan melemahkan agama, tapi menempatkan semuanya pada posisi yang adil dan maslahat. Pesantren sejak dulu mengajarkan keseimbangan dan cinta tanah air. Ini harus terus dirawat,” ujarnya mengingatkan.
Baca Juga: Bank Indonesia Tahan Suku Bunga di 4,75 Persen
Identitas Pendidikan Islam Nusantara
Pandangan serupa disampaikan KH Athoillah S. Anwar, yang menyoroti pentingnya nilai inklusivitas dalam pendidikan Islam.
Ia menyebut bahwa tradisi keterbukaan sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari khazanah keilmuan pesantren.
“Inklusif itu bukan sekadar pilihan, itu ajaran ulama sejak ratusan tahun lalu. Ruang pendidikan harus menjadi tempat memuliakan manusia tanpa memandang latar belakangnya,” katanya.
Menurutnya, pesantren adalah ruang belajar yang sejak lama merangkul beragam kalangan.
Karena itu, bangsa Indonesia tidak boleh membiarkan pendidikan membentuk sekat-sekat sosial yang memisahkan masyarakat.
Finalisasi Ditjen Pesantren Libatkan Para Kiai dan Daerah
Kemenag memastikan proses finalisasi pembentukan Ditjen Pesantren akan melibatkan para pemimpin pesantren, akademisi, hingga pemerintah daerah agar desain kelembagaan yang lahir selaras dengan kebutuhan nyata di lapangan.
Pemerintah menargetkan transformasi ini dapat melahirkan generasi pesantren yang moderat, inklusif, dan siap berkontribusi terhadap visi Indonesia Emas 2045.
“Pesantren masa depan harus tetap berakar pada tradisi, tapi mampu bergerak mengikuti zaman. Itulah misi besar yang sedang kita bangun bersama,” tutup Basnang Said. [a46]