Jakarta, SInata.id – Kementerian Dalam Negeri mendorong percepatan penetapan batas desa sebagai langkah strategis untuk memberikan kepastian hukum serta mencegah perselisihan antarwilayah.
Penekanan itu disampaikan Sekretaris Jenderal Kemendagri, Tomsi Tohir, yang menilai persoalan batas desa kerap memicu konflik hingga berujung kekerasan.
Tomsi mengingatkan bahwa persoalan batas wilayah bukan sekadar masalah administratif, melainkan faktor pemicu ketegangan sosial yang berulang di sejumlah daerah.
Dalam kegiatan Sosialisasi dan Rakor Teknis Integrated Land Administration and Spatial Planning Project (ILASPP) Tahun 2025, ia mengungkapkan capaian penegasan batas desa saat ini baru sekitar 14,4 persen—angka yang dinilai jauh dari memadai.
Ia meminta pemerintah daerah tidak hanya mengejar target minimal, tetapi juga mampu melampaui capaian yang telah ditetapkan sebagai bentuk komitmen bersama.
Tomsi menilai perubahan pola kerja harus dimulai dari kesadaran setiap pemangku kepentingan untuk mempercepat penyelesaian batas desa.
Tomsi juga memperingatkan bahwa jika peningkatan kinerja tetap berjalan stagnan seperti sekarang, capaian nasional dalam lima tahun ke depan hanya bertambah sekitar enam sampai tujuh persen. Dengan begitu, total progres nasional baru akan menyentuh kisaran 21 persen.
“Dengan laju seperti itu, kapan kita bisa mencapai penyelesaian sepenuhnya?” ungkapnya.
Untuk mempercepat proses, Kemendagri meminta pemda fokus lebih dulu pada desa-desa yang tidak memiliki sengketa batas, agar penyelesaian administrasi dapat dilakukan lebih cepat.
Sementara itu, desa yang masih menghadapi konflik disarankan ditangani secara bertahap dengan pendekatan khusus sesuai kebutuhan masing-masing.
Dia mentarakan, desa yang batasnya sudah jelas dan telah disepakati para pihak harus segera diproses, sebab percepatan administratif dari wilayah yang aman sangat menentukan kemajuan nasional secara keseluruhan. (*)