Sinata.id – Beban kerja dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) dinilai terlalu berat jika harus menyiapkan ribuan porsi setiap hari. Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah, mengusulkan solusi tak biasa, yakni menjadikan kantin sekolah sebagai dapur MBG.
Said menyampaikan gagasan itu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (29/9/2025). Menurutnya, penyediaan makanan sehat untuk anak didik tidak bisa hanya bergantung pada satuan pelayanan yang harus mengolah hingga 3.000 porsi per hari.
“Kalau bebannya segitu besar, sulit dikerjakan. Lebih baik diperkecil jadi 1.000 porsi, atau pemerintah mengambil langkah ekstrem: dapur MBG langsung ditempatkan di sekolah-sekolah,” tegas Said.
Kantin Sekolah Disulap Jadi Dapur Bergizi
Politikus PDI Perjuangan itu menjelaskan, kantin sekolah bisa direhabilitasi dan dilengkapi peralatan modern untuk memenuhi kebutuhan gizi siswa.
Dapur tersebut hanya melayani konsumsi di sekolah masing-masing, sehingga rantai distribusi lebih pendek dan terjamin kebersihannya.
“Kalau kantin direhab, dicek sanitasinya, dan fokus hanya untuk sekolah itu saja, hasilnya tentu lebih maksimal,” ujarnya.
Said menegaskan MBG adalah salah satu program prioritas Presiden Prabowo Subianto.
Program ini digagas untuk memastikan anak-anak Indonesia tumbuh dengan asupan gizi yang cukup.
Namun, ia mengingatkan bahwa persoalan bukan semata soal anggaran.
Ada aspek mekanisme dan keahlian yang juga harus dievaluasi.
“Kalau pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh, saya yakin masalah anggaran bukan lagi hambatan, karena targetnya pasti tercapai,” katanya.
Dalam rapat itu, Said mengungkap fakta mengejutkan, dari 5.823 dapur MBG yang ada, hanya 34 yang memiliki Sertifikasi Laik Higienis Sanitasi (SLHS).
Artinya, ribuan dapur lainnya masih belum memenuhi standar kebersihan yang seharusnya.
“Ini bukan soal jumlah saja, tapi juga soal expert. Kalau yang punya lisensi higienis cuma 34, tentu kualitasnya jadi pertanyaan,” tuturnya.
Mengurangi Beban SPPG
Said menambahkan, penyediaan 3.000 porsi per hari terlalu besar untuk satu dapur pelayanan.
Sebaiknya, tiap SPPG hanya mengurus 1.000 anak.
Selain lebih realistis, cara ini juga mencegah risiko makanan tidak tersimpan baik karena keterbatasan fasilitas penyimpanan dingin.
“Kalau 3.000 porsi, sementara tidak ada cool storage atau gudang pendingin, lalu belanja harian, jelas tidak mungkin bisa berjalan efektif,” pungkasnya. (A46)