Siapa sangka, data DNA dari pelaku kasus itu cocok sempurna dengan berkas lama pembunuhan Satomi. Nama itu, Manabu Kashima (35), pekerja konstruksi.
Penyidik seolah menemukan potongan puzzle terakhir yang hilang. April 2018, Kashima ditangkap.
Baca Juga: Oki, Pembunuh Berantai dari Jakarta yang Bikin Bingung LAPD Los Angeles
Dalam pemeriksaan, ia mengaku sempat berniat melakukan kekerasan seksual terhadap Satomi, namun ketika gadis itu melawan, amarahnya meledak.
Pisau di tangannya menghujam bertubi-tubi. Sekitar sepuluh luka tusuk di dada, punggung, dan leher menjadi saksi bisu betapa kejamnya siang itu.
Sidang yang Menguak Luka Lama
14 tahun setelah jeritan terakhir Satomi, ruang sidang di Hiroshima menjadi tempat keluarga menuntaskan penantian.
Pada 18 Maret 2020, Pengadilan Distrik Hiroshima menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup bagi Kashima.
Hakim Hisanori Sugimoto menilai tindakan terdakwa sebagai “keluaran dari ego yang ekstrem, kejahatan keji yang lahir dari kemarahan setelah upaya pemerkosaan gagal.
Baca Juga: Slamet Gundul, Wajahnya Tidak Sangar, Tapi Bikin Mabes Polri Geram Bukan Main
Di ruang sidang, terdakwa menunduk. Sementara di kursi penonton, ayah Satomi menitikkan air mata.
“Meski hanya satu nyawa, bagi kami itu seluruh dunia,” ujarnya lirih kepada media Jepang.
Ketika vonis dibacakan, suasana di ruang sidang hening.
Keluarga Satomi tak bersorak, tak menangis keras, hanya menunduk dalam kelegaan yang getir.
Penantian panjang selama 14 tahun akhirnya berakhir, meski tak ada yang bisa mengembalikan Satomi. [zainal/a46]