Jakarta, Sinata.id – Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menyegel empat perusahaan besar -termasuk BUMN, tambang emas, dan pengembang PLTA- yang diduga menjadi penyebab utama bencana banjir bandang di Sumatera.
Kebijakan ini diputuskan setelah investigasi awal menunjukkan kerusakan parah pada daerah aliran sungai (DAS). Berikut daftar empat perusahaan tersebut.
Ke-empat perusahaan tersebut, di antaranya, PT Agincourt Resources (perusahaan tambang emas Martabe), PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) (pengembang PLTA Batang Toru berkapasitas 510 MW), PT Perkebunan Nusantara III (PTPN III) (BUMN holding perkebunan dengan lahan >1,1 juta hektar) dan PT Sago Nauli (perusahaan kelapa sawit di Mandailing Natal).
Langkah ini diumumkan langsung oleh Wakil Menteri LHK, Diaz Faisal Malik Hendropriyono, pada Selasa (9/12/2025).
Penyegelan terhadap 3 perusahaan pertama dilakukan pada Jumat (5/12), sementara PT Sago Nauli menyusul pada Minggu (7/12).
Penyegelan didasari pada dugaan kuat bahwa operasi perusahaan-perusahaan tersebut telah merusak hutan dan daerah aliran sungai (DAS) Batang Toru.
“Dugaan awal menunjukkan pembabatan hutan membuat DAS tertekan dan memicu erosi besar,” ungkapnya. Erosi inilah yang diduga berkontribusi signifikan terhadap terjadinya banjir bandang.
Investigasi Terhadap 8 Perusahaan Lain
Operasi pencegahan kerusakan lingkungan ini belum berhenti. KLH tengah memperluas pemeriksaan dengan memanggil delapan perusahaan lain yang diduga terlibat dalam perusakan hutan di DAS Batang Toru.
“KLH masih melakukan pemanggilan terhadap 8 perusahaan… Empat hari ini, besok lainnya menyusul,” pungkas Diaz.
Berikut profil singkat empat perusahaan:
1. Sang Raja Perkebunan Negara: PTPN III
Ia bukan sekadar perusahaan, melainkan holding BUMN perkebunan terbesar yang menguasai hamparan seluas 1,18 juta hektare—hampir setara dengan luas Provinsi Bali.
Sebagai induk dari grup PTPN, perusahaan ini mengendalikan lebih dari 817 ribu hektare lahan tanam, dengan kelapa sawit sebagai rajanya (733.378 ha).
Dibentuk melalui restrukturisasi besar-besaran pada 2014, PTPN III adalah tangan panjang negara di bisnis komoditas perkebunan dari sawit hingga teh, dengan jaringannya menyebar ke seluruh Indonesia.
2. Proyek Mega Energi: PLTA Batang Toru
Lebih dari sekadar pembangkit listrik, PLTA Batang Toru adalah proyek energi hijau terbesar di Sumatera (510 MW) yang digadang-gadang mampu memasok 15% kebutuhan puncak listrik Sumatera Utara.
Di balik megaproyek bernilai miliaran dolar yang ditargetkan beroperasi 2026 ini, berdiri konsorsium investor kuat: grup dalam negeri hingga Bank of China.
Proyek yang dijanjikan akan menyerap ribuan tenaga kerja ini sejak awal telah menjadi perhatian karena lokasinya yang beririsan dengan habitat satwa langka, dan kini dituding mengganggu keseimbangan Daerah Aliran Sungai.
3. Tambang Emas: PT Agincourt Resources
Di balik nama Martabe, tersimpan harta karun sebesar 6,4 juta ons emas dan 58 juta ons perak. Perusahaan yang di-backing oleh konglomerasi Astra (melalui United Tractors) ini adalah mesin penghasil logam mulia yang tak kenal lelah, memproses >6 juta ton bijih per tahun sejak 2012. Dengan konsesi yang meluas dari awalnya 6.560 km² menjadi 1.303 km²—membentang di empat kabupaten—operasinya merupakan perpaduan antara teknologi tinggi, investasi besar, dan eksplorasi agresif yang menghabiskan ratusan ribu dolar per tahun untuk pengeboran.
4. PT Sago Nauli
Berbeda dengan tiga raksasa sebelumnya, Sago Nauli tumbuh sebagai perintis perkebunan sawit berbasis kemitraan di Mandailing Natal sejak 1997.
Dengan model inti-plasma (2.392 ha inti & 6.114 ha plasma), perusahaan ini menggerakkan roda ekonomi lokal melalui 7 KUD dan menyerap 830 karyawan.
Meski skalanya lebih kecil, operasinya yang telah berjalan hampir tiga dekade menunjukkan keberlanjutan bisnis keluarga (dimiliki Igansius Sago) yang mengakar di daerah.
Pabrik kelapa sawit berkapasitas 60 ton/jamnya menjadi tulang punggung pengolahan hasil kebun mitra. (*)