Jakarta, Sinata.id – Isu pengelolaan lahan adat yang dianggap terbengkalai kembali mencuat dalam forum diskusi Komunitas Aspirasi Emak-emak Indonesia. Dalam tausiah ekstra yang digelar pada 10 September 2025 di Posko Aspirasi, Jalan Pati No. 26, Jakarta Pusat, tokoh pergerakan Ishak Rafik menegaskan bahwa lahan-lahan adat yang diambil alih pemerintah dengan alasan peningkatan produktivitas semestinya dikelola untuk benar-benar memberi nilai tambah bagi masyarakat maupun negara.
Kegiatan tersebut berlangsung meriah dengan rangkaian agenda mulai dari sosialisasi Anti Islamophobia, arisan anggota, hingga bazar produk pangan buatan anggota Aspirasi sendiri. Sejumlah aktivis turut hadir, antara lain Udiyono dari Bogor, Pakho dari Palembang, serta simpatisan dari berbagai wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Dalam kesempatan itu, Ishak Rafik juga menyoroti keberadaan 17 anggota Kabinet Merah Putih pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang disebut sebagai “titipan” dari mantan presiden Joko Widodo. Menurutnya, reshuffle perlu segera dilakukan agar program pemulihan ekonomi berjalan lebih efektif di tengah berbagai persoalan yang masih membelit bangsa.
Sementara itu, aktivis Darmo Larsono menegaskan perlunya penegakan syariat Islam di Indonesia. Ia menilai, sistem pemerintahan bisa saja mengalami perubahan, tetapi bentuk negara harus tetap dipertahankan sesuai amanat konstitusi. Darmo juga menekankan pentingnya kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli, dengan menjadikan Pasal 33 sebagai landasan utama perjuangan pergerakan rakyat.
Sejalan dengan itu, Ketua Aspirasi, Wati Salam, menambahkan bahwa semangat Pasal 33 ayat 1, 2, dan 3 harus terus dikobarkan dan disosialisasikan. Menurutnya, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya relevan dijadikan pedoman dalam setiap aktivitas pergerakan, terutama menyikapi dinamika aksi unjuk rasa yang merebak di berbagai daerah pada 25–28 Agustus 2025 lalu.
Ishak Rafik juga mengkritisi dugaan keterlibatan sejumlah pihak dalam penguasaan lahan strategis di sepanjang pesisir yang kini dikuasai pengusaha asing. Ia menegaskan, hal itu mencerminkan lemahnya keberpihakan negara terhadap pengusaha lokal.
Sementara itu, Darmo Karsono menyebut, jika Pasal 33 ayat 1, 2, dan 3 ingin benar-benar dijalankan, maka ayat 4 dan 5 yang lahir dari amandemen 2002 perlu dicabut. Menurutnya, hal tersebut sejalan dengan pidato Presiden Prabowo Subianto pada 2019. Darmo mengingatkan bahwa perjuangan untuk mengembalikan UUD 1945 ke bentuk aslinya sudah lama digaungkan, termasuk bersama almarhum Doly Yatim sejak awal wacana amandemen bergulir. (SN7)