Sinata.id – Di sela kesibukan, banyak orang memilih membuka media sosial seperti TikTok atau Instagram Reels sekadar untuk melepas penat. Namun, alih-alih menemukan hiburan dengan alur cerita yang jelas, justru yang muncul adalah video-video aneh nan absurd.
Mulai dari potongan wajah tanpa ekspresi dengan latar suara teriakan, seekor kucing diam di atas nasi goreng diiringi musik remix religi, hingga anak kecil yang memutar kursi kantor diberi keterangan “aku waktu tahu dia nggak balas chat.” Anehnya, tanpa sadar kita ikut tertawa. Padahal, tak ada punchline, tak ada alur narasi.
Rasa ingin tahu membuat kita terus menggulir layar. Muncul lagi video dengan editan glitch, disusul potongan sinetron lama yang dibuat berlebihan, atau bahkan gambar sapi yang dipadukan dengan suara karakter anime. Absurd memang, tapi tetap membuat banyak orang betah menonton. Fenomena ini dikenal dengan istilah brainrot, sebuah tren di mana otak lebih mencari sensasi instan daripada makna.
Dari Istilah Serius Menjadi Budaya Internet
Secara harfiah, brainrot berarti kerusakan otak. Namun, di dunia maya istilah ini bergeser menjadi sebutan bagi kondisi ketika seseorang terlalu sering mengonsumsi konten aneh dan tak masuk akal hingga merasa “error.”
Konten yang disebut brainrot biasanya memiliki ciri khas: durasi singkat, intens, lucu dengan cara yang absurd, terkadang mengganggu tetapi tetap menghibur, serta menimbulkan keinginan untuk menonton lagi. Contohnya adalah tren edit core, filter “Shrek sayang kamu”, potongan sinetron 2000-an dengan transisi glitch, atau video tanpa konteks yang diberi caption kocak.
Fenomena ini kini menjadi bagian dari budaya digital. Bagi sebagian orang, justru konten tak masuk akal inilah yang terasa paling menghibur.
Mengapa Konten Absurd Mudah Viral?
Jawabannya sederhana: kelelahan mental. Dalam era penuh tekanan dan banjir informasi, otak manusia membutuhkan hiburan ringan yang tidak perlu ditafsirkan. Konten absurd menawarkan kejutan singkat yang mampu memicu dopamin tanpa perlu dipikirkan dalam-dalam.
Algoritma media sosial juga memperkuat tren ini. Semakin sering pengguna menonton video absurd, semakin sering pula konten serupa ditawarkan. Alhasil, tanpa disadari, pengguna larut dalam pola konsumsi hiburan instan.
Efek Brainrot: Hiburan Cepat dengan Konsekuensi
Meski terasa menyenangkan, konsumsi berlebihan konten instan dapat menimbulkan efek samping. Setelah menonton, tak jarang muncul perasaan kosong: “Tadi aku habiskan waktu 30 menit hanya untuk melihat orang menggigit sabun?”
Layaknya makanan cepat saji, konten jenis ini memberikan kesenangan singkat tanpa “nutrisi” berarti. Jika berlebihan, dampaknya antara lain:
-
Menurunnya fokus terhadap bacaan atau konten panjang,
-
Mudah terdistraksi saat bekerja,
-
Cenderung memilih sesuatu yang instan dibanding proses,
-
Otak lebih cepat jenuh jika tak mendapat stimulus baru.
Brainrot: Cermin, Bukan Musuh
Meski demikian, brainrot bukanlah musuh mutlak. Ia dapat dilihat sebagai cerminan zaman—cara generasi kini mengekspresikan keresahan, kejenuhan, atau kritik sosial melalui humor absurd.
Selain menghibur, konten jenis ini juga memberi ruang kreativitas tanpa batas serta menciptakan rasa kebersamaan, karena banyak orang merasa ternyata bukan hanya dirinya yang menikmati tontonan “tak jelas.”
Kuncinya adalah mengatur dosis. Hiburan absurd boleh saja dinikmati, asalkan tidak mendominasi seluruh konsumsi digital.
Cara Menjaga Keseimbangan
Untuk tetap sehat secara mental, beberapa langkah ringan dapat dilakukan:
-
Pahami algoritma. Semakin sering kita menonton konten absurd, semakin dalam kita masuk ke lingkaran itu. Menyukai konten informatif atau edukatif bisa membantu algoritma menyajikan variasi.
-
Seimbangkan konsumsi konten. Setelah menikmati video singkat yang menghibur, cobalah berganti dengan podcast, artikel, atau video edukasi agar otak tetap fleksibel.
-
Beristirahat dari layar. Sediakan waktu 1–2 jam tanpa gawai untuk sekadar berjalan sore, beraktivitas fisik, atau bercakap dengan orang lain.
-
Jangan merasa bersalah. Menikmati konten absurd bukanlah tanda kebodohan. Masalahnya bukan pada kontennya, melainkan pada seberapa lama kita membiarkan diri larut di dalamnya.
Pada akhirnya, fenomena brainrot menunjukkan kebutuhan manusia akan hiburan instan di tengah kehidupan yang cepat dan penuh tekanan. Namun, jangan sampai hal itu membuat kita berhenti berpikir.
Tidak ada salahnya tertawa melihat video absurd, tapi makna tetap dibutuhkan untuk menjaga kehidupan yang seimbang. Sensasi memberi hiburan sesaat, sementara makna menjaga manusia tetap utuh. (A46)