Pematangsiantar, Sinata.id – Sekira 650 hektar lahan pertanian di Kota Pematangsiantar tergerus, lalu beralih fungsi menjadi pemukiman. Alih fungsi lahan pertanian itu ternyata menyalahi ketentuan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) dan Rencana Deatail Tata Ruang (RDTR) di kota itu.
Demikian terungkap pada Rapat Kerja (Raker) DPRD Kota Pematangsiantar, Kamis 13 Nopember 2025, dengan Kadis Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sofian Purba beserta staf, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappeda) Dedi Harahap beserta staf, serta sejumlah perwakilan dari Kantor Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) Pematangsiantar.
Raker dipimpin Ketua DPRD Pematangsiantar Timbul Marganda Lingga SH, Bersama Wakil Ketua Daud Simanjuntak dan Frengki Boy Saragih. Turut mengikuti raker, sejumlah anggota dewan dari berbagai fraksi.
Saat memulai raker, Timbul Marganda mengatakan, rapat merupakan lanjutan dari rapat sebelumnya, guna membahas alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan.
“Rapat ini untuk mengetahui seberapa luas peralihan fungsi lahan pertanian menjadi perumahan. Lalu, ada rencana untuk menetapkannya menjadi Perda,” ucap Timbul saat membuka rapat.
Pada raker, Kadis PUPR Sopian Purba mengatakan, hingga saat ini masih saja ada warga yang mengajukan persetujuan bangunan Gedung (PBG) untuk membangun rumah pada lahan pertanian. ”Saat ini ada 79 unit rumah untuk non Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang mengajukan permohonan PBG,” jelas Sopian.
Lebih jauh Sofian menjelaskan, lahan pertanian pada tahun 2022 seluas 1.945 hektar lebih dan 2025 menjadi 1.294 Ha lebih. Sehingga terjadi pengurangan seluas 650 hektar. Berkurangnya luas lahan pertanian, sebutnya, dampak dari berkurangnya luas wilayah Kota Pematangsiantar 400 hektar.
Lahan pertanian 400 hektar tersebut masuk ke wilayah Kabupaten Simalungun, katanya. Sedangkan 250 hektar lagi, berupa lahan pertanian jenis persawahan, berubah menjadi perumahan.
Baca juga: Bahas Alih Fungsi Lahan, Pemko Siantar Tak Siap, Jawaban Tanpa Dilandasi Data
Baca juga: Ketua DPRD Soroti Alih Fungsi Lahan Pertanian di Siantar
Mendengar penjelasan Sofian seperti itu, Anggota DPRD Kota Pematangsiantar Hendra Pardede menyampaikan dilema dari program Asta Cita Presiden RI Prabowo Subianto untuk memperkuat ketahanan pangan nasional, dengan program nasional 3 juta rumah.
Lalu Hendra menyampaikan, terdapat lahan sawah dilindungi (LSD) yang telah beralih fungsi. Terhadap hal itu, ia mendesak Pemko Pematangsiantar untuk bersikap tegas. “Kita pernah minta berapa banyak kebutuhan perumahan di Siantar perbulan untuk perumahan. Ini harus jelas dan perlu kajian,” sebutnya.
Sementara Daud Simanjuntak mengatakan, alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan sangat krusial. Untuk itu, Perda RTRW dan Perwa RDTR harus dipatuhi. “Jangan sembarangan membangun dan banyak yang menjadi rumah hantu dan menghilangkan serapan air,” tandasnya.
Daud mencontohkan pembangunan perumahan di Sibatu-Batu, Kecamatan Siantar Sitalasari. Saat membangun, irigasi yang ada di sana. dirusak. Padahal, sebutnya, lokasi perumahan menurut masyarakat merupakan areal persawahan.
“Rekomendasi DPRD harus tegas dan jelas, agar lahan pertanian dapat dipertahankan,” pungkas Daud Simanjuntak, lalu mendesak Pemko Pematangsiantar segera mengembalikan lahan 400 hektar yang masuk ke Simalungun.
“Bagaimana tentang tapal batas wilayah Siantar yang masuk kabupaten Simalungun itu, bagaimana perubahan status lahan yang ada pada BPN?” tanya anggota dewan dari PAN, Nurlela Sikumbang.
Terhadap pertanyaan Nurlela, perwakilan BPN, Natanael M Tarig tidak secara lugas memberikan jawaban. Katanya, BPN belum bisa memastikan posisi dari 400 hektar lahan yang masuk ke Simalungun. Lalu Natanael menyarankan, agar Pemko Pematangsiantar menyurati BPN. (*)