Jakarta, Sinata.id – Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, menegaskan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) sejatinya telah melarang menteri dan wakil menteri merangkap jabatan di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Hal ini mengacu pada Putusan MK Nomor 80/PUU-XVII/2019.
Mahfud menyebutkan, meski larangan bagi wakil menteri tidak tertulis secara eksplisit dalam amar putusan, MK berpandangan bahwa larangan tersebut juga berlaku secara otomatis.
“Di Undang-undang Kementerian disebutkan menteri dilarang menjabat di BUMN, tetapi tidak ada penegasan soal wakil menteri. Namun, menurut MK, larangan pada menteri juga melekat pada wamen. Jadi tidak perlu diputuskan ulang dalam amar,” ujar Mahfud, Rabu tanggal 30 April 2025.
Mahfud juga menanggapi gugatan baru terhadap UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, yang meminta penegasan larangan bagi wakil menteri agar tidak merangkap jabatan. Ia menilai gugatan itu justru memperkuat putusan sebelumnya.
“Kalau dulu hanya satu dua wamen yang merangkap jabatan sebagai komisaris, sekarang jumlahnya jauh lebih banyak,” kata Mahfud.
Gugatan terhadap UU Kementerian Negara dilayangkan oleh advokat asal Sulawesi Utara, Juhaidy Rizaldy Roringkon, dengan nomor perkara 21/PUU-XXIII/2025. Sidang perdana digelar pada 22 April 2025 di Mahkamah Konstitusi.
Dalam petitum gugatan, pemohon meminta agar frasa “menteri” dalam Pasal 23 UU 39/2008 diubah menjadi “menteri dan wakil menteri”, karena dianggap memiliki tanggung jawab dan pengangkatan langsung oleh presiden yang setara.
Dalam berkas gugatan juga diungkapkan enam nama wakil menteri yang saat ini merangkap jabatan di BUMN, antara lain:
Kartika Wirjoatmodjo (Komisaris PT BRI), Aminuddin Maruf (Komisaris PT PLN), Dony Oskaria (Wakil Komisaris Utama PT Pertamina), Suahasil Nazara (Wakil Komisaris PT PLN) dan Silmy Karim (Komisaris PT Telkom Indonesia), serta Sudaryono (Ketua Dewan Pengawas Perum Bulog)
Gugatan ini menguatkan sorotan publik terhadap praktik rangkap jabatan di lingkaran pemerintahan, khususnya pada era pemerintahan baru yang dinilai lebih banyak menunjuk wamen sebagai pejabat BUMN. (*)