Simalungun, Sinata.id – Saat menjalankan tugas atas perintah Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Simalungun untuk menangkap (menghadirkan dengan upaya paksa) Kepala Nagori (Kepala Desa) Banjar Hulu, Kardianto, almarhum Reynanda Primta Ginting masih berstatus calon jaksa.
Almarhum ketika itu masih tergolong “bayi” di dunia kejaksaan. Sebab, masa kerja maupun pengalaman kerja sebagai calon jaksa (Calon Pegawai Negeri Sipil/CPNS), cuma sekira 3 minggu (pekan). Namun ia sudah ditugaskan ke “lapangan” untuk menghadirkan saksi perkara dugaan korupsi dengan upaya paksa.
Pantaskah penugasan seperti itu diemban Reynanda Primta Ginting? Hingga akhirnya, calon jaksa itu gugur saat menjalankan tugas. Berikut, ini penjelasan Kepala Seksi (Kasi) Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Simalungun, Edison Situmorang kepada Sinata.id, Selasa 8 Juli 2025.
Menurut Edison Situmorang SH, almarhum tidak ditugaskan secara langsung untuk menangkap Kardianto. Melainkan, membantu melakukan upaya paksa bersama tim dari Seksi Pidsus Kejari Simalungun.
Keterlibatan almarhum, sebut Edison, tidak terlepas dari keterbatasan jumlah sumber daya manusia (SDM) yang masih kurang di Kejari Simalungun.
“Fungsi almarhum (Reynanda Primta Ginting) bukan langsung menangkap. Cuma dia ada di sekitar TKP. Fungsi beliau itu, karena keterbatasan SDM. Sehingga dia menjadi ikut membantu, jadi driver saja. Namun saat turun ke bawa, beliau ikut juga,” ucap Edison Situmorang SH.
Peristiwa naas itu terjadi ketika saksi Kardianto diajak ikut ke Kantor Kejari Simalungun untuk diperiksa. Hanya saja Kardianto menghindar dari ajakan, dengan melompat ke sungai Silau yang ada di Kelurahan Kisaran Naga, Kecamatan Kisaran Timur, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara.
“Spontan Kardianto, Kades tersebut melompat ke sungai, beliau (almarhum) juga langsung melompat ke sungai,” sebutnya.
Dijelaskan Edison didampingi Kasubsi I Seksi Intel Kejari Simalungun Sanda Gultom SH, bahwa, bukan hanya almarhum yang ditugaskan untuk menghadirkan Kardianto secara paksa ke kantor kejaksaan untuk diperiksa.
Melainkan, katanya, secara menyeluruh ada 6 orang pegawai dari Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Simalungun yang ditugaskan untuk melakukan upaya paksa dimaksud.
“Itukan ranahnya di Pidsus. Jadi mereka ingin mengambil Kardianto ini untuk menjadi saksi. Panggilan pertama, kedua dan ketiga mangkir. Jadi tim Pidsus ingin melanjutkan pemeriksaan, dan mendapat informasi, bahwa Kardianto berada di Asahan. Jadi berangkatlah mereka ke sana,” ujarnya.
Masih menurut Edison Situmorang, saat upaya paksa sedang berlangsung, almarhum calon jaksa Reynanda Primta Ginting tidak seorang diri di lokasi.
Persisnya, ada 6 orang yang ada di lokasi, dengan bidang tugas yang sudah ditentukan. Katanya, ada yang siaga di mobil, ada yang memantau dan lainnya. Hanya saja yang cukup dekat dengan Kardianto ketika itu adalah almarhum.
“Ketika itu, tidak dia sendiri yang ada di lokasi. Ada yang lain. Saat itu yang ada di lokasi 6 orang (Tim Pidsus). Ketika diajak, ayolah kita ke kantor, dia (Kardianto) langsung lompat. Itunya, semua terjadi di luar dari nalar kita. Almarhum juga melompat (ke sungai setelah Kardianto melompat),” sebutnya.
Edison mengakui, hanya almarhum yang berstatus calon jaksa yang mendapat perintah tugas dari Kajari Simalungun untuk membantu upaya paksa menghadirkan Kardianto ke kantor. Sebab, cuma almarhum calon jaksa yang ada di Seksi Pidsus Kejari Simalungun.
“Yang berstatus calon jaksa yang ditugaskan ke sana hanya almarhum. Karena memang hanya satu calon jaksa di Seksi Pidsus saat itu,” tuturnya, lalu kembali menegaskan, keberadaan almarhum dalam upaya paksa, hanya untuk membantu.
Lebih lanjut dikatakan, saat melakukan upaya paksa, Tim Pidsus tidak menaruh rasa curiga akan tindakan yang dilakukan Kardianto.
“Tapi dia (Kardianto) melakukan perlawanan. Tidak ada curiga kita sedikitpun, kalau dia mau lari atau bagaimana. Karena sudah bagus. Ketika omongan, ayo lae ikut kantor, dia langsung spontan panik. Jadi diluar prediksi,” katanya.
Diungkap Edison, almarhum saat itu bertugas berdasarkan surat perintah tugas dari Kajari Simalungun. “Kita tidak bisa menolak atau seperti apa. Ketika ada perintah, kita harus laksanakan. Karena kalau tidak, kita juga kena,” ucapnya.
Terkait meninggalnya calon jaksa Reynanda dalam tugas, katanya, Asisten Pengawasan (Aswas) Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu) sudah meminta penjelasan dari pihak Kejari Simalungun.
“Aswas (Kejatisu) tidak ada melakukan pemeriksaan. Sampai saat ini cuma dimintakan surat tugas darimana, dan bagaimana. Kita sudah jelaskan,” sebutnya.
Sebagaimana diberitakan sebelum ini, Kardianto sudah ditetapkan jaksa penyidik sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi dana desa (DD), dengan kerugian negara sekira Rp 400 juta. (*)