Crime Story, Sinata.id – Bandung dan Garut pada era 1970-an pernah diguncang oleh sebuah nama yang membuat warga gemetar: Mat Peci. Bandit licin bak belut, si jago tembak yang kisahnya dimulai bukan dari dunia kriminal, tetapi dari cinta yang kandas.
Mamat (nama asli Mat Peci) lahir di Leuwigoong, Garut, tahun 1943. Hidupnya berubah saat cintanya kepada Euis ditolak mentah-mentah oleh orang tua gadis itu.
Hubungan mereka kandas, dan Euis dipaksa menikah dengan pria pilihan keluarga. Namun, pernikahan itu tak bertahan lama. Euis diceraikan dan diusir, sedangkan Mamat, yang terluka dan hancur, meninggalkan rumah, membawa dendam dan luka hati.
Luka itu menyeretnya ke dunia kelam. Setelah kabur dari Lembaga Pemasyarakatan Cirebon dan menembak mati seorang polisi di Kuningan, ia menjadi buronan.
Baca Juga: Misteri Kerangka Manusia di Pohon Aren Tua
Tempat favoritnya bersembunyi adalah lokalisasi Cicadas, Bandung, tempat yang ia anggap aman, jauh dari mata hukum. Di sanalah ia menghamburkan hasil rampokan, menutupi luka batin dengan pesta pora.
Malam itu, pada Desember 1977, sebuah kejutan menanti. Seorang muncikari memberi tahu ada gadis baru bernama Euis.
Nama itu membuat dahi Mat Peci mengernyit. Ia bergegas menuju kamar lantai dua, dan ketika pintu terbuka, waktu seperti berhenti, di hadapannya berdiri Euis, cinta pertamanya, dengan mata sembab. Euis menangis, menyesali nasibnya yang jatuh ke lembah pelacuran.
Hati bandit sadis itu luluh. Di tengah dunia penuh darah, cinta lama kembali bersemi. Mat Peci berjanji mengumpulkan uang untuk menyelamatkan Euis dari tempat terkutuk itu. Demi janji itu, ia dan kelompoknya melakukan serangkaian pembegalan brutal.
Dua aksi paling menggemparkan terjadi akhir Desember 1977 dan Januari 1978.
Ia menembak seorang nasabah Bank BNI di Dago, lalu membunuh pasangan suami-istri di Jalan Pasir Kaliki, Bandung, setelah mereka mengambil uang dari bank.
Nama Mat Peci pun menjadi momok. Polisi di bawah Komandan Serse Mayor Toni Sugiarto, waktu itu, membentuk tim khusus untuk memburunya.
Kejar-kejaran itu berakhir tragis. Setelah beberapa rekannya ditangkap, Mat Peci melarikan diri ke Garut.
Pada 4 Februari 1978, di Stasiun Leuwigoong, peluru Carl Gustav milik Banpol Entik mengakhiri hidupnya pada usia 35 tahun.
Euis kembali kehilangan cinta yang belum sempat ditebus.
Kematian Mat Peci memunculkan mitos di Garut. Konon, ia dan Euis pernah melanggar larangan berpacaran di sekitar Candi Cangkuang, sebuah mitos lokal yang dipercaya membawa sial.
Namun, sejarawan Warjita menyebut alasan yang lebih masuk akal, yakni karena penolakan keluarga Euis.
Ironisnya, Mat Peci bukan anak jalanan miskin, ia merupakan cucu dari seorang kiai di Leuwigoong, dibesarkan di keluarga berada.
“Dia bandel, tapi juga suka menolong,” ujar Warjita, dikutip dari detikCom, Minggu (14/9/2025).
Kini, kisah Mat Peci hidup sebagai legenda kelam, campuran getir antara cinta, pengkhianatan, dan keputusasaan yang mengubah seorang pemuda patah hati menjadi begal paling ditakuti di Priangan Timur. (A46)
Crime Story adalah rubrik khusus di Sinata.id yang menyajikan kisah-kisah kriminal dari berbagai belahan dunia. Setiap cerita dipilih secara cermat untuk membuka mata pembaca, meningkatkan kewaspadaan, dan menumbuhkan kepedulian terhadap lingkungan sekitar.