Jakarta, Sinata.id — Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman membeberkan dugaan adanya proyek fiktif senilai Rp 5 miliar di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan). Dalam pernyataannya, Amran menyebut proyek tersebut melibatkan seorang pengamat pertanian yang selama ini dikenal sering melontarkan kritik terhadap kinerja sektor pertanian nasional.
Proyek Fiktif di Kementan
Tanpa menyebutkan nama, Amran mengungkapkan bahwa sosok pengamat itu kerap menyampaikan kritik yang menurutnya tidak membangun, bahkan beberapa kali menyajikan data yang dinilai tidak akurat.
“Dari dulu sudah sering mengkritik, tapi setelah kami telusuri, ternyata sebagian besar kritik yang disampaikan tidak konstruktif dan banyak datanya keliru,” ujar Amran, Kamis 18 April.
Pihak Kementan, lanjut Amran, melakukan investigasi internal yang kemudian mengungkap adanya proyek yang tidak terealisasi sesuai rencana. Temuan itu memperlihatkan bahwa sebagian besar kegiatan dalam proyek tersebut tidak dijalankan, dengan indikasi kuat penggunaan dokumen dan tanda tangan palsu.
“Barang-barang hasil pengadaan tidak digunakan, dan ada juga tanda tangan fiktif. Ini sangat merugikan negara, dengan potensi kerugian mencapai Rp 5 miliar,” jelasnya.
Amran menyebut keterlibatan pengamat dalam praktik tersebut sebagai bentuk pengkhianatan terhadap negara. Ia pun menegaskan bahwa kasus ini telah dilimpahkan ke aparat penegak hukum untuk proses lebih lanjut.
Meski tidak mengungkap identitas pihak terkait, Amran menekankan bahwa Kementan tetap terbuka terhadap kritik dan masukan, selama hal itu tidak mengarah pada tindakan merugikan negara.
“Kritik sah-sah saja, tapi jangan sampai menyalahgunakan posisi atau peran untuk kepentingan pribadi. Siapapun yang bermain di sektor pertanian, baik pegawai maupun pihak luar seperti pengamat, kalau terbukti melanggar, pasti kami tindak. Bahkan kalau itu anak saya sendiri yang melanggar, tetap saya pecat,” tegasnya.
Amran menyampaikan komitmennya untuk membersihkan Kementan dari segala praktik yang mencederai kepercayaan publik serta memastikan transparansi dan akuntabilitas tetap menjadi prioritas utama. (*)