Jakarta, Sinata.id – Pemerintah menegaskan perlindungan menyeluruh bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) sebagai fokus utama, menggeser orientasi dari sekadar mengejar tingginya angka penempatan.
Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Mukhtarudin, memastikan bahwa kebijakan migrasi tenaga kerja ke luar negeri akan diukur dari kualitas pelindungan, bukan dari seberapa banyak PMI diberangkatkan.
Penegasan itu disampaikan Mukhtarudin saat membuka Rapat Koordinasi dan Sosialisasi Nasional BP3MI se-Indonesia di Kantor Kementerian P2MI, Jakarta, Senin (24/11/2025).
Di hadapan jajaran BP3MI dari seluruh Indonesia, ia meminta agar pelindungan PMI dijalankan utuh dan berkesinambungan, mulai tahap pra-penempatan, masa bekerja di negara tujuan, hingga kepulangan dan reintegrasi di tanah air.
Mukhtarudin menggarisbawahi bahwa sebagian besar persoalan PMI justru muncul jauh sebelum mereka berangkat.
Ia menyebut sekitar 80 persen masalah bermula dari proses rekrutmen yang tidak tertib prosedur.
Karena itu, BP3MI diminta memperketat pengawasan pada setiap tahapan pendaftaran, seleksi, hingga pemberangkatan, agar berjalan transparan, akuntabel, dan sesuai aturan.
Dalam arahannya, Mukhtarudin menyampaikan peringatan keras kepada seluruh pejabat dan pegawai di lingkungan Kementerian P2MI maupun BP3MI.
Ia menolak adanya kompromi bagi siapa pun yang sengaja meloloskan calon PMI nonprosedural, bermain mata dengan calo, atau berkolusi dengan sindikat pengiriman ilegal.
Ia menegaskan, pelanggaran akan ditindak tegas dengan sanksi administratif hingga pemberhentian dari jabatan.
Prinsip “zero tolerance” diberlakukan tidak hanya untuk aparatur pemerintah, tetapi juga bagi perusahaan penempatan (P3MI) yang kedapatan melakukan penyimpangan.
Dalam hal penanganan pengaduan, Mukhtarudin meminta agar setiap laporan masyarakat, terutama dari PMI dan keluarganya, direspons cepat dan tuntas.
Mekanisme penanganan keluhan diminta dibuat lebih sistematis agar kasus tidak berlarut atau berulang.
Pada aspek pencegahan, BP3MI didorong untuk gencar melakukan sosialisasi migrasi aman hingga ke tingkat desa, khususnya di wilayah kantong PMI.
Edukasi mengenai prosedur resmi, risiko penempatan ilegal, dan hak-hak PMI dinilai penting untuk membentengi calon pekerja migran sejak dari kampung halaman.
Pengawasan fisik juga diminta diperkuat di bandara, pelabuhan, dan titik-titik keberangkatan yang selama ini rawan dimanfaatkan sindikat.
Mukhtarudin menekankan pentingnya kerja bersama dengan pemerintah daerah, TNI/Polri, Imigrasi, dan lembaga terkait lain. Menurutnya, koordinasi lintas instansi menjadi kunci memutus mata rantai pengiriman PMI secara ilegal.
Ia mengingatkan bahwa mandat pelindungan PMI tidak hanya berada di pundak pemerintah pusat. Berdasarkan UU 18/2017 dan PP 59/2021, pemerintah daerah—dari tingkat provinsi hingga kabupaten/kota—wajib terlibat aktif.
Karena itu, BP3MI diminta mendorong lahirnya peraturan daerah yang mengatur pelindungan PMI secara komprehensif.
Di hadapan para kepala balai, Mukhtarudin juga menekankan peran strategis kualitas aparatur.
Menurutnya, pelindungan yang kuat hanya bisa diwujudkan oleh pegawai yang kompeten dan berintegritas.
Penguatan kapasitas dilakukan melalui Bimbingan Teknis Nasional serta penempatan personel yang tepat sesuai kompetensi atau prinsip “the right man on the right place”.
Ia menambahkan, kinerja pegawai akan dievaluasi secara objektif. Aparatur yang bekerja baik dan berprestasi akan diberikan penghargaan, sedangkan mereka yang terbukti melanggar aturan akan berhadapan dengan sanksi.
Menutup arahannya, Mukhtarudin mengingatkan bahwa urusan PMI bukan semata soal administrasi birokrasi. Di balik setiap dokumen dan prosedur, kata dia, ada martabat bangsa yang dipertaruhkan.
“Yang kita jaga adalah martabat, keselamatan, dan masa depan para pekerja migran. Di situlah ukuran sesungguhnya dari pelayanan publik yang bermartabat,” pungkasnya. (*)