Sinata.id – Aktivitas industri manufaktur Indonesia kembali menunjukkan tanda-tanda perbaikan, meski langkahnya tidak lagi sekuat bulan sebelumnya. Data Purchasing Managers’ Index (PMI) yang dirilis S&P Global pada Rabu (1/10/2025) mencatat skor Indonesia di level 50,4 pada September. Angka ini turun dari 51,5 di Agustus, namun masih bertahan di atas ambang 50 yang menandakan ekspansi.
Capaian ini sekaligus memperpanjang napas optimisme sektor manufaktur setelah sempat tenggelam dalam kontraksi beruntun pada April hingga Juli. Kala itu, PMI sempat berada di level 46–49, menandakan pelemahan permintaan. Namun sejak Agustus, tren mulai bergerak positif, meski tipis.
“Ekonomi manufaktur Indonesia membaik dalam skala marginal pada September, didorong oleh peningkatan arus pesanan baru. Meski begitu, volume produksi kembali melemah akibat daya beli pelanggan yang terbatas,” ungkap Ekonom S&P Global Market Intelligence, Usamah Bhatti.
Permintaan Domestik Menguat, Ekspor Lesu
Kabar baiknya, pesanan baru masih terus tumbuh untuk dua bulan terakhir. Pendorong utamanya adalah konsumsi dalam negeri yang kian stabil. Sayangnya, pasar ekspor justru melemah, dengan penurunan penjualan luar negeri tercatat untuk kedua kalinya dalam tiga bulan terakhir.
Kondisi ini membuat output produksi turun kembali pada September. Itu menjadi kali kelima dalam enam bulan terakhir, meskipun laju penurunannya lebih lambat dibanding sebelumnya.
Menariknya, meski output merosot, banyak pelaku usaha justru bersiap menghadapi potensi lonjakan permintaan menjelang akhir tahun. Perusahaan tercatat meningkatkan pembelian bahan baku, menambah stok barang mentah maupun produk jadi, serta berusaha mengantisipasi kenaikan harga bahan baku yang kini berada di titik tertinggi dalam tujuh bulan.
Bukan hanya itu, tingkat rekrutmen tenaga kerja juga naik pada September. S&P mencatat penambahan jumlah pekerja merupakan yang terbesar sejak Mei 2025. Tambahan tenaga kerja ini membantu mengurangi pekerjaan tertunda, sekaligus memperlihatkan optimisme bahwa roda industri akan terus berputar lebih kencang dalam beberapa bulan mendatang.
Beban Biaya Meningkat
Di sisi lain, pelaku industri masih menghadapi tantangan serius berupa inflasi biaya input. Harga bahan baku yang melonjak memaksa produsen menaikkan harga jual meski hanya secara moderat. Namun, waktu tunggu pengiriman bahan baku tercatat membaik, dengan lead time terpendek dalam hampir dua tahun berkat distribusi langsung ke pabrikan.
Keyakinan dunia usaha pun kian pulih. Ekspektasi terhadap prospek produksi 12 bulan ke depan bahkan berada di level tertinggi dalam empat bulan terakhir.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menilai capaian ini tetap menjadi sinyal positif. “PMI masih ekspansi, itu artinya optimisme industri cukup baik. Apalagi kami baru saja menandatangani perjanjian ekonomi IEU-CEPA dan ICA-CEPA,” ujarnya.
Dengan permintaan domestik yang solid, perekrutan tenaga kerja yang meningkat, serta persiapan menghadapi lonjakan akhir tahun, sektor manufaktur Indonesia seolah tengah menata langkah baru. Walau ekspansi September terasa tertatih, harapan tetap terjaga bahwa industri nasional mampu melaju lebih kuat di kuartal akhir 2025. (A46)