Sinata.id – Empat hari pasca tragedi runtuhnya bangunan mushala tiga lantai di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, suasana di lokasi kejadian kian mengkhawatirkan. Tim gabungan kini mulai mengerahkan alat berat, sementara kabar duka kembali menyeruak, masih ada 59 santri yang diduga tertimbun reruntuhan tanpa tanda-tanda kehidupan.
Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto mengungkapkan, sejauh ini sudah 108 orang berhasil dievakuasi. Dari jumlah itu, lima santri dipastikan meninggal dunia.
Namun, harapan menyelamatkan 59 santri lain yang hilang semakin tipis. “Berdasarkan analisis kondisi di lapangan, secara keilmuan tidak lagi terdeteksi tanda-tanda kehidupan,” ujarnya, Kamis (2/10/2025).
Baca Juga: Update Tragedi Musala Ambruk Ponpes Al Khoziny, Korban Tewas-Luka dan Hilang
Evakuasi Masuk Fase Krusial
Hari keempat penanganan dinilai sebagai fase paling krusial. Alat berat berupa lima crane dikerahkan untuk mengangkat balok-balok besar yang menimpa para santri. Basarnas baru menemukan 15 titik yang diduga menjadi lokasi korban tertimbun. Dari titik tersebut, sebagian sudah berhasil dievakuasi, namun sebagian besar berujung pada kabar duka.
“Dari 15 titik, tujuh awalnya diperkirakan merah atau masih ada harapan. Tapi ternyata hanya lima yang berhasil diselamatkan. Dua lainnya berubah status menjadi hitam,” terang Suharyanto.
Meski begitu, seluruh proses dilakukan dengan penuh kehati-hatian. Tim gabungan memastikan setiap puing yang diangkat diawasi ketat agar tidak menimbulkan risiko tambahan.
“Ini bukan pekerjaan asal-asalan. Bahkan Komandan Kodim langsung memimpin karena punya keahlian teknis dalam penanganan reruntuhan,” tambahnya.
Restu Keluarga untuk Alat Berat
Sebelum alat berat diturunkan, pemerintah terlebih dahulu berdialog dengan keluarga korban. Menko PMK Pratikno menegaskan, komunikasi intensif dilakukan setiap hari agar pihak keluarga memahami situasi di lapangan. Meski fase golden time 72 jam belum lewat, keluarga akhirnya menyetujui penggunaan crane setelah dijelaskan kondisi nyata.
“Penggunaan alat berat ini sangat hati-hati, tidak seperti bulldozer yang asal dorong. Keluarga korban sudah menyetujui dan bahkan menandatangani dokumen persetujuan,” jelas Pratikno.
BNPB menyiapkan segala skenario terburuk. Ada 30 ambulans yang disiagakan, 300 kantong jenazah, hingga puluhan dump truck untuk mengangkut reruntuhan. Sterilisasi area pun dilakukan, bahkan penyemprotan khusus diberikan untuk mengurangi aroma anyir yang mulai menyengat di lokasi.
Tragedi ini terjadi Senin (29/9/2025) pukul 15.00 WIB, saat ratusan santri melaksanakan salat Ashar. Bangunan mushala tiga lantai yang difungsikan sebagai tempat ibadah di asrama putra ambruk seketika. Analisis awal menyebutkan adanya kegagalan konstruksi karena bangunan tak mampu menahan beban di luar kapasitasnya.
Dari total korban yang berhasil terdata, 103 orang dinyatakan selamat, 5 meninggal dunia, dan sisanya masih dalam pencarian. Beberapa korban yang selamat kini dirawat di sejumlah rumah sakit, antara lain RS Notopuro, RS Siti Hajar, dan RS Delta Surya.
Namun, duka mendalam menyelimuti karena 59 nama masih tercatat dalam daftar korban hilang. Hingga kini, belum ada kepastian kapan proses evakuasi benar-benar selesai.
“Operasi belum bisa ditentukan kapan tuntasnya. Tapi kami pastikan, seluruh tim bekerja siang malam untuk membawa kepastian bagi keluarga,” pungkas Suharyanto. (A46)