Sinata.id – Indonesia kembali mencatatkan prestasi di sektor perdagangan internasional. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa neraca dagang Tanah Air pada Agustus 2025 berhasil mencetak surplus sebesar US$ 5,49 miliar. Angka ini sekaligus memperpanjang tren surplus beruntun selama 64 bulan tanpa henti sejak Mei 2020.
Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, M. Habibullah, dalam konferensi pers yang digelar Rabu (1/10/2025), menjelaskan bahwa kinerja ekspor yang lebih tinggi dibanding impor menjadi kunci utama. “Surplus Agustus ditopang oleh ekspor nonmigas yang mencapai US$ 7,15 miliar,” ungkapnya.
Ekspor Naik, Impor Turun
Data BPS memperlihatkan nilai ekspor Indonesia pada Agustus 2025 tembus US$ 24,96 miliar, tumbuh 5,78 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara impor justru turun 6,56 persen menjadi US$ 19,47 miliar.
Peningkatan ekspor terutama disumbang oleh tiga komoditas andalan, yakni Lemak dan minyak nabati/hewan (HS15) yang melonjak hingga 51 persen, Bahan bakar mineral (HS27), dan Besi serta baja (HS72).
Sebaliknya, sektor migas masih menjadi titik lemah dengan defisit mencapai US$ 1,66 miliar, terutama akibat tingginya impor minyak mentah dan produk turunannya.
Jika ditarik sejak Januari hingga Agustus 2025, Indonesia mencatat surplus perdagangan sebesar US$ 29,14 miliar. Surplus terbesar datang dari sektor nonmigas dengan nilai US$ 41,21 miliar, sedangkan sektor migas masih terbebani defisit hingga US$ 12,07 miliar.
Negara Penyumbang Surplus dan Defisit
Amerika Serikat kembali menjadi pasar paling menguntungkan dengan surplus perdagangan mencapai US$ 12,20 miliar. India dan Filipina turut memberi kontribusi besar, masing-masing dengan nilai US$ 9,43 miliar dan US$ 5,85 miliar.
Namun, di sisi lain, Indonesia masih mengalami defisit cukup dalam dengan beberapa negara. Tiongkok menjadi penyumbang defisit terbesar, yakni minus US$ 13,09 miliar, disusul Singapura (minus US$ 3,55 miliar) dan Australia (minus US$ 3,49 miliar).
Menariknya, angka surplus pada Agustus 2025 ini ternyata melampaui ekspektasi sejumlah analis. Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia sebelumnya memperkirakan surplus hanya sekitar US$ 4,8 miliar. Realisasi yang lebih besar ini semakin memperkuat posisi Indonesia di tengah perlambatan ekonomi global. (A46)