Sydney, Sinata.id – Para pemimpin komunitas Muslim di Sydney secara tegas menolak untuk melakukan upacara pemakaman Islam maupun menerima jenazah pelaku teror atau penembakan massal di Pantai Bondi, yang telah ditetapkan pemerintah Australia sebagai aksi terorisme. Penolakan tersebut disampaikan sebagai bentuk kecaman keras terhadap aksi kekerasan yang menewaskan belasan warga sipil.
Tokoh komunitas Muslim Sydney, Dr Jamal Rifi, menegaskan bahwa para pelaku tidak dapat dikaitkan dengan ajaran Islam. Ia menyatakan tindakan penembakan tersebut merupakan kejahatan brutal yang bertentangan dengan nilai kemanusiaan dan prinsip agama.
“Kami tidak menganggap pelaku sebagai bagian dari Islam. Apa yang mereka lakukan adalah kejahatan terhadap warga sipil yang sama sekali tidak bisa dibenarkan,” kata Rifi kepada media setempat.
Rifi menekankan bahwa dalam ajaran Islam, pembunuhan terhadap warga sipil tak berdosa merupakan pelanggaran paling berat. Karena itu, komunitas Muslim di Sydney sepakat menolak memandikan, menshalatkan, maupun memakamkan jenazah pelaku di area pemakaman Muslim, termasuk di Pemakaman Rookwood.
Keputusan tersebut merujuk pada sikap serupa yang diambil komunitas Muslim saat pengepungan Kafe Lindt pada 2014, yang juga ditetapkan sebagai aksi terorisme. “Kami akan mengambil sikap yang sama terhadap para pelaku tragedi ini,” ujar Rifi.
Baca juga: 1 Dari 2 Pelaku Penembakan Pantai Bondi Ditembak Mati
Dalam insiden di Pantai Bondi, aparat memastikan Sajid Akram (50), salah satu pelaku, tewas dalam baku tembak dengan polisi.
Sementara satu pelaku lainnya, Naveed Akram (24), yang merupakan anak Sajid, masih dirawat di rumah sakit dengan kondisi luka berat dan berada dalam pengawasan ketat kepolisian.
Penembakan tersebut diketahui menewaskan 15 warga sipil, dan dengan tewasnya Sajid, total korban meninggal mencapai 16 orang.
Pasca kejadian, Rifi menyebut komunitas Muslim di Sydney berada dalam status kewaspadaan tinggi. Aktivitas keagamaan di masjid pun dibatasi untuk sementara waktu guna menghindari potensi gangguan keamanan.
Ia mencontohkan adanya prosesi pemakaman seorang tokoh perempuan lanjut usia yang biasanya dilaksanakan di masjid. Namun kali ini, atas kesepakatan keluarga dan tokoh masyarakat, prosesi dilakukan secara tertutup di rumah.
Baca juga: WNI Diimbau Waspada Usai Penembakan Massal di Pantai Bondi
“Kami memilih tidak berkumpul di masjid dalam situasi seperti ini. Keselamatan dan ketenangan komunitas menjadi prioritas,” ujarnya.
Rifi juga menyampaikan belasungkawa mendalam kepada komunitas Yahudi, yang turut menjadi korban dalam tragedi tersebut. Ia mengaku mengenal secara pribadi beberapa korban dan telah menyampaikan dukungan langsung kepada keluarga mereka.
“Ini adalah tragedi yang mengguncang semua pihak. Kami berdiri bersama para korban dan mengecam keras para pelaku,” katanya.
Menurut Rifi, peristiwa tersebut tidak hanya merenggut nyawa, tetapi juga berpotensi merusak kohesi sosial yang dalam beberapa tahun terakhir dinilainya sudah melemah akibat retorika yang memecah belah. Ia menilai tujuan pelaku bukan hanya membunuh, tetapi juga menciptakan ketakutan dan perpecahan di tengah masyarakat.
“Kita tidak boleh membiarkan tujuan itu tercapai. Setiap warga harus berperan menjaga persatuan,” tegasnya.
Di tengah tragedi, Rifi juga menyoroti aksi heroik seorang saksi mata, Ahmed Al Ahmed, yang berani merebut senjata dari salah satu pelaku meski ditembak dua kali. Fakta bahwa Ahmed merupakan seorang Muslim dinilai menjadi pesan kuat tentang nilai kemanusiaan lintas agama.
“Tindakan itu menunjukkan bahwa kemanusiaan dan solidaritas jauh lebih kuat daripada ideologi kekerasan,” ujar Rifi.
Ia menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa aksi teror di Pantai Bondi merupakan tindakan biadab dan kriminal yang sama sekali tidak mencerminkan komunitas mana pun, termasuk umat Muslim di Australia. (*)






