Pematangsiantar, Sinata.id — Proses hukum terhadap Kepala Dinas Perhubungan Kota Pematangsiantar, Julham Situmorang, kini memasuki babak baru. Setelah Kejaksaan Negeri Pematangsiantar menyatakan berkas perkara dugaan pungutan liar (pungli) dinyatakan lengkap atau P-21, sorotan kini tertuju pada tahapan berikutnya, yakni pelaksanaan Tahap 2 berupa penyerahan tersangka dan barang bukti oleh penyidik kepada pihak kejaksaan.
Desakan agar proses ini segera dilaksanakan datang dari kalangan pemerhati hukum. Advokat senior, Pondang Hasibuan, SH, MH, menyampaikan keprihatinannya atas potensi keterlambatan pelaksanaan Tahap 2 tersebut. Ia menegaskan, sesuai ketentuan hukum yang berlaku, proses penyerahan tersebut semestinya tidak boleh berlarut-larut.
“Setelah status P-21 keluar, semestinya tidak ada alasan untuk menunda Tahap 2. Ini penting agar tidak menimbulkan kesan bahwa ada upaya menghambat proses hukum. Apalagi, Kepala Kejaksaan Negeri Pematangsiantar, Juris Precisely Sitepu, SH, MH, dalam waktu dekat akan mengemban tugas baru sebagai Aspidum Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara. Ini adalah momen penting untuk menjaga kesinambungan penanganan perkara,” ujar Pondang kepada Sinata.id, Kamis, 17 Juli 2025.
Dugaan Pungli Terkait Lahan Parkir RS
Julham Situmorang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan pungli senilai Rp48 juta yang melibatkan pengelolaan lahan parkir Rumah Sakit Vita Insani pada tahun 2024. Meski telah berstatus tersangka, hingga saat ini Julham belum ditahan dengan dalih bersikap kooperatif selama proses penyidikan.
Namun demikian, sebagian masyarakat berharap tidak ada perlakuan istimewa terhadap tersangka, dan meminta agar penegakan hukum dilakukan secara konsisten dan adil tanpa pandang bulu.
Tahap 2 dalam Prosedur Hukum
Dalam sistem peradilan pidana nasional, pelaksanaan Tahap 2 merupakan tahapan krusial yang menandai peralihan dari penyidikan ke penuntutan. Berdasarkan Pasal 138 KUHAP dan Pedoman Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2019, penyidik kepolisian wajib menyerahkan tersangka beserta barang bukti kepada jaksa penuntut umum dalam waktu maksimal tiga hari kerja setelah berkas dinyatakan lengkap.
Kecuali dalam situasi tertentu yang dibenarkan secara hukum—misalnya karena kondisi kesehatan tersangka—penundaan pelaksanaan Tahap 2 dianggap tidak sah dan dapat merusak integritas proses hukum.
“Menunda Tahap 2 tanpa dasar hukum yang sah berisiko mengganggu hak asasi tersangka, merusak kredibilitas aparat penegak hukum, dan menghambat jalannya proses peradilan,” kata Pondang.
Rangkaian Penanganan Perkara Pidana
Berikut skema ringkas tahapan penanganan perkara pidana:
Tahapan | Penjelasan |
---|---|
P-21 | Jaksa menyatakan berkas perkara lengkap dan layak untuk dilanjutkan ke proses penuntutan. |
Tahap 2 | Penyidik kepolisian menyerahkan tersangka dan barang bukti kepada jaksa. |
Penuntutan | Jaksa menyusun surat dakwaan dan melimpahkan perkara ke pengadilan untuk disidangkan secara terbuka. |
Penyerahan dalam Tahap 2 bukan hanya formalitas administratif, melainkan menjadi dasar hukum bagi jaksa untuk menyusun dakwaan dan melimpahkan perkara ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Tegakkan Hukum Tanpa Tebang Pilih
Sejumlah tokoh masyarakat dan pemerhati hukum di Kota Pematangsiantar mendesak aparat penegak hukum agar tetap menjunjung tinggi prinsip transparansi dan keadilan dalam setiap tahap penanganan perkara. Mereka berharap tidak ada praktik diskriminatif dalam proses penegakan hukum, terutama ketika perkara menyangkut pejabat publik.
“Ini adalah ujian bagi sistem peradilan kita. Kasus ini harus menunjukkan bahwa tidak ada seorang pun yang kebal hukum. Jika berkas sudah dinyatakan lengkap, maka Tahap 2 harus segera dilakukan,” tegas Pondang Hasibuan mengakhiri pernyataannya kepada Sinata.id.
Publik kini menanti langkah tegas dari Polres Pematangsiantar dan Kejaksaan Negeri untuk menunjukkan komitmen terhadap proses hukum yang akuntabel dan berkeadilan. (*)