Sinata.id – Pemerintah Aceh Utara kembali diuji dengan tantangan fiskal. Dalam rapat paripurna DPRK, Wakil Bupati Tarmizi Panyang menyampaikan rancangan perubahan APBK 2025 dan proyeksi APBK 2026 yang menunjukkan tren penurunan pendapatan.
Ruang paripurna DPRK Aceh Utara kembali menjadi panggung penting bagi arah pembangunan daerah. Senin (22/9/2025), Wakil Bupati Aceh Utara, Tarmizi Panyang, hadir menyampaikan dua dokumen, Rancangan Qanun Perubahan APBK 2025 serta KUA dan PPAS APBK 2026.
Agenda ini bukan sekadar formalitas, melainkan cerminan dinamika keuangan daerah yang terus bergerak, seringkali tak seindah proyeksi awal.
Dalam kesempatan itu, Tarmizi menyampaikan bahwa perubahan APBK tahun 2025 harus dilakukan karena realitas di lapangan jauh dari asumsi awal.
Perubahan indikator ekonomi, pergeseran kebutuhan anggaran, hingga penggunaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) memaksa pemerintah daerah melakukan penyesuaian.
Pendapatan daerah yang semula dipatok tinggi ternyata terkoreksi.
Dari target Rp2,63 triliun, kini harus direvisi menjadi Rp2,56 triliun, turun Rp66,56 miliar atau sekitar 2,53%.
Meski demikian, belanja daerah tetap dirancang sebesar Rp2,17 triliun.
Defisit Rp23,32 miliar ditutup dengan SILPA tahun lalu, ibarat tambalan agar mesin pembangunan tetap menyala.
Proyeksi 2026
Jika 2025 sudah menunjukkan gejala penurunan, maka 2026 tampaknya menuntut kewaspadaan lebih besar.
Target pendapatan diproyeksikan hanya Rp2,15 triliun, anjlok Rp482,27 miliar dibanding tahun sebelumnya.
Penyebab utamanya, Dana Alokasi Khusus (DAK) yang belum dianggarkan.
Rincian proyeksi pendapatan 2026 pun tampak realistis, meski kurang menggembirakan:
-
Pendapatan Asli Daerah (PAD): Rp258,15 miliar
-
Pendapatan Transfer: Rp1,83 triliun
-
Lain-lain Pendapatan yang Sah: Rp59,29 miliar
Pimpinan rapat, Arafat, menegaskan batas waktu pembahasan sangat ketat.
Rancangan KUA-PPAS 2026 harus disepakati paling lambat minggu pertama Oktober, karena undang-undang memberi tenggat akhir 30 November 2025 untuk penetapan APBK. (A46)