Simalungun Sinata.id – Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Pdt Pendrad Siagian, mengecam keras dugaan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mengaku pekerja PT Toba Pulp Lestari (TPL) terhadap masyarakat di Sihaporas, Kecamatang Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, pada Senin (22/9/2025).
Senator asal Sumatera Utara itu menyatakan insiden bukan pertama kali terjadi, melainkan telah berulang kali dialami masyarakat adat di kawasan tanah Batak selama beberapa tahun.
“Apapun situasinya, tindakan kekerasan yang terjadi tidak dapat dibenarkan. Masyarakat Sihaporas tidak perlu dihadapi dengan senjata dan pentungan, mereka hanya mempertahankan tanah leluhur mereka,” ujarnya lewat instagram pribadinya @pdt.penradsiagian dilihat Sinata.id, Selasa (23/9/2025).
Pendrad menyatakan telah meminta aparat Polres Simalungun melalui Kapolres AKBP Marganda Aritonang, agar segera hadir memberikan perlindungan kepada warga.
Baca juga:
9 Warga Sihaporas Dirawat di RS Harapan Usai Bentrok dengan Keamanan TPL
TPL di Pusaran Polemik, Pemerintah Pusat Didesak Bentuk Tim Pencari Fakta
Ia juga mendesak agar PT TPL menghentikan seluruh praktik operasional yang dinilai kerap menimbulkan konflik dengan masyarakat adat.
Hingga malam hari kejadian, Pendrad mengaku masih berkoordinasi dengan kepolisian maupun warga adat. Ia mendapat laporan bahwa dua orang warga masih terjebak di ladang mereka karena takut keluar akibat keberadaan oknum yang disebut-sebut sebagai pengamanan PT TPL di sekitar lokasi.
“Saya meminta pihak kepolisian segera mengevakuasi masyarakat yang masih terjebak di ladang-ladang mereka,” kata Pendrad.
Selain itu, ia menegaskan masyarakat adat memiliki hak historis atas tanah yang ditempati jauh sebelum adanya hak guna usaha (HGU) PT TPL. “HGU PT TPL bukan lebih dulu hadir dibanding masyarakat adat. HGU bukan lebih dulu hadir daripada desa-desa di Tanah Batak. HGU juga bukan lebih dulu ada dibanding nenek moyang orang Batak,” tegasnya.
Pendrad memastikan akan terus mendampingi masyarakat adat di Tanah Batak untuk menuntut pertanggungjawaban atas berbagai tindak kekerasan yang disebutnya berulang dilakukan oleh pihak perusahaan.
“Kekerasan demi kekerasan tidak boleh terjadi di Tanah Batak, karena Tanah Batak milik masyarakat Batak. Kami lebih dulu hadir dibanding PT TPL,” pungkasnya. (A58)