Skema yang dijalankan lintas negara ini tak hanya melibatkan penipuan finansial, tetapi juga perdagangan manusia dan eksploitasi tenaga kerja digital.
Bloomberg News melaporkan, puluhan warga Korea Selatan dideportasi dari Kamboja bulan ini karena diduga terlibat dalam jaringan scam.
Sementara di Myanmar, junta militer dikabarkan menyita ribuan perangkat elektronik dan penerima Starlink dalam penggerebekan besar-besaran yang menahan lebih dari 2.000 pekerja.
Kejahatan Siber Bernilai Miliaran Dolar
Badan Dunia PBB (UNODC) mencatat bahwa sindikat kejahatan siber di Asia Tenggara kini bernilai miliaran dolar AS.
Aktivitasnya kian sulit dilacak karena banyak beroperasi di pasar gelap online menggunakan mata uang kripto.
Pergeseran dari koneksi internet berbasis darat ke sistem satelit memperburuk situasi, membuat jaringan ini semakin sulit diputus.
Dalam laporan terbarunya, UNODC memperingatkan bahwa modus penipuan digital kini telah menembus lintas benua, dari Meksiko, Afrika, Pasifik, hingga Amerika Selatan.
Dunia maya, yang awalnya diciptakan untuk konektivitas global, kini berubah menjadi ladang kejahatan yang melibatkan ribuan korban dari puluhan negara.
Jaringan Global yang Terkoneksi Gelap
Fenomena ini membuktikan satu hal: kejahatan digital tidak mengenal batas negara.
Sindikat scam di Asia Tenggara kini memiliki jaringan kompleks yang menghubungkan ribuan “operator” di seluruh dunia, dengan sistem keuangan berbasis kripto yang membuatnya sulit dilacak.
“Ini bukan lagi masalah regional, tapi global. Para pelaku memperdagangkan manusia dari berbagai negara, mengurung mereka di pusat-pusat penipuan di Myanmar, Kamboja, dan Laos,” tulis UNODC.
Thailand Jadi Garis Depan Penyelamatan
Thailand kini berada di garis depan dalam menghadapi krisis kemanusiaan ini. Dengan wilayah perbatasan yang panjang dan sungai yang mudah dilintasi, negara itu menjadi satu-satunya jalur kabur bagi para korban.
Otoritas setempat tengah mengevakuasi ratusan pelarian, memberikan bantuan medis, dan berupaya memulangkan mereka ke negara asal masing-masing.
Namun, upaya ini tak mudah. Sebagian besar pelarian tidak memiliki dokumen, dan banyak di antara mereka masih trauma setelah berbulan-bulan disekap dan dipaksa bekerja untuk jaringan kriminal internasional. [zainal/a46]