Sinata.id – Seorang ustaz cabul yang juga pengasuh pondok pesantren di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, dijatuhi hukuman paling berat setelah terbukti melakukan kekerasan seksual terhadap santri di bawah asuhannya.
Majelis hakim memvonis terdakwa dengan pidana penjara 20 tahun, disertai tindakan kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
Putusan tegas itu dibacakan dalam sidang tertutup yang digelar di Pengadilan Negeri Sumenep, Selasa (9/12/2025).
Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Andri Lesmana, bersama dua hakim anggota, Akhmad Bangun Sujiwo dan Akhmad Fakhrizal, dengan pengamanan ketat aparat kepolisian.
Terdakwa M Sahnan (51), yang selama ini dikenal sebagai ustaz sekaligus ketua yayasan pondok pesantren di wilayah Arjasa, dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pemaksaan persetubuhan terhadap anak-anak yang seharusnya ia lindungi.
“Majelis menyatakan terdakwa bersalah melakukan tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak,” ungkap Humas PN Sumenep, Jetha Tri Darmawan, saat menyampaikan amar putusan ke publik usai persidangan.
Baca Juga: Polisi Diselidiki Dugaan Penambangan Pasir Ilegal di Kebun Balimbingan
Atas perbuatannya, majelis hakim menjatuhkan hukuman pokok berupa pidana penjara selama 20 tahun, lebih berat dari tuntutan jaksa penuntut umum yang sebelumnya menuntut 17 tahun penjara.
Selain itu, terdakwa juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp5 miliar, dengan ancaman pidana pengganti enam bulan kurungan apabila denda tersebut tidak dibayarkan.
Tak berhenti di situ, hakim juga mengenakan pidana tambahan yang bersifat luar biasa.
Identitas terdakwa wajib diumumkan secara terbuka melalui media massa nasional dan media lokal atas biaya terdakwa sendiri.
Langkah ini dinilai sebagai bentuk efek jera sekaligus peringatan keras bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
“Majelis juga menjatuhkan tindakan kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik selama dua tahun setelah terdakwa menjalani pidana pokok,” kata Jetha.
Dalam rangkaian persidangan, terungkap bahwa jumlah korban yang berhasil dibuktikan di hadapan majelis hakim sebanyak delapan orang.
Seluruhnya merupakan santri yang tinggal dan belajar di pesantren yang dipimpin terdakwa.