Pematangsiantar, Sinata.id — Pengadilan Negeri (PN) Pematangsiantar menunda jalannya sidang gugatan lahan yang diajukan oleh PT Perkebunan Nusantara IV (PTPN IV) terhadap 97 warga Kelurahan Gurilla dan Bah Sorma, Kecamatan Siantar Sitalasari, Kota Pematangsiantar. Penundaan dilakukan karena terdapat tiga pihak tergugat yang disebut telah meninggal dunia.
Persidangan yang berlangsung pada Kamis (24/7/2025) itu sejatinya mengagendakan pemeriksaan kehadiran para tergugat. Namun, hakim ketua Rinto Leoni Manullang menyatakan bahwa persidangan belum dapat dilanjutkan secara substansial karena ketiadaan dokumen resmi yang membuktikan kematian sejumlah tergugat.
Dalam perkara ini, PTPN IV melayangkan gugatan terhadap puluhan warga yang diduga menduduki lahan perkebunan milik negara secara ilegal. Selain itu, Kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kota Pematangsiantar turut ditarik sebagai pihak tergugat.
Kuasa hukum PTPN IV, Jefri Sipahutar dari Kantor Hukum Hasrul Benny Harahap & Rekan, menjelaskan bahwa berdasarkan hasil investigasi, ketiga tergugat telah tidak menghuni rumah masing-masing selama lebih dari dua tahun dan dikabarkan telah wafat menurut keterangan warga sekitar.
Namun demikian, hakim menegaskan bahwa informasi tersebut tidak dapat dijadikan dasar hukum dalam proses persidangan tanpa adanya bukti autentik.
“Di dalam ruang persidangan, semua harus berdasarkan pembuktian hukum, bukan hanya keterangan lisan,” ujar Hakim Rinto. “Kami butuh surat keterangan kematian resmi dari instansi berwenang.”
Hakim juga mengingatkan bahwa meskipun tergugat bukan berdomisili di wilayah Pematangsiantar, penggugat tetap memiliki kewajiban hukum untuk melampirkan dokumen yang relevan guna memperkuat legalitas gugatannya. Atas dasar itu, hakim memberikan kesempatan kepada PTPN IV untuk memperbaiki gugatan.
Persidangan pun dijadwalkan ulang dan akan kembali digelar pada Kamis, 31 Juli 2025, dengan agenda yang sama, yaitu pemeriksaan identitas dan kehadiran para tergugat.
Dalam petitumnya, PTPN IV menyatakan sebagai pemilik sah lahan seluas 126,59 hektar yang berada di bawah kekuasaan Sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) No. 1/Kota Pematangsiantar. Sertifikat tersebut dinyatakan sah berdasarkan putusan pengadilan tata usaha negara yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Namun, sejak tahun 2004, sekitar lima hektar dari lahan tersebut diklaim tidak dapat dimanfaatkan karena telah dikuasai warga. PTPN IV menilai hal tersebut menimbulkan kerugian baik secara materil maupun immateril.
Rincian Gugatan Kerugian:
Kerugian Materil:
- Potensi kehilangan hasil panen dari lahan seluas 5 hektar: Rp 6.000.000.000
- Biaya operasional (akomodasi, somasi, dan perundingan): Rp 50.000.000
Total Kerugian Materil: Rp 6.050.000.000
Kerugian Immateril:
- Gangguan terhadap operasional dan pencemaran nama baik perusahaan: Rp 6.000.000.000
Total Nilai Gugatan: Rp 12.050.000.000
Seluruh kerugian tersebut dituntut agar dibayarkan secara tunai oleh para tergugat, apabila putusan pengadilan telah memiliki kekuatan hukum tetap.
Di sisi lain, Jefri Sipahutar menyampaikan bahwa aktivitas operasional di wilayah Afdeling IV PTPN IV masih terganggu hingga saat ini, mengingat sebagian lahan masih dalam penguasaan sejumlah warga.
Jefri juga menegaskan bahwa pihaknya tidak menyertakan dalam gugatan warga yang sebelumnya telah menerima tali asih dan mengosongkan lahan secara sukarela.
“HGU Nomor 1 tahun 2004 hingga kini masih aktif dan sah menurut hukum. Kami berharap seluruh pihak menghormati legalitas ini serta menyerahkan kembali lahan sebagai aset negara,” tegasnya. (hn)