Jakarta, Sinata.id – Rasio Pajak kembali menjadi sorotan setelah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memaparkan potensi besar penerimaan negara dari pertumbuhan ekonomi.
Purbaya menegaskan, setiap kenaikan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 0,5 persen berpotensi menambah penerimaan pajak hingga Rp100 triliun. Perhitungan ini didasarkan pada asumsi bahwa rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tetap stabil.
“Kalau kita anggap rasio pajak terhadap PDB konstan, setiap kenaikan 0,5 persen pertumbuhan ekonomi bisa memberi tambahan pajak sekitar Rp100 triliun lebih. Kalau hitungan saya tidak salah,” ujarnya di Kantor Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (16/9/2025).
Strategi Dana Segar untuk Dorong Likuiditas
Untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, pemerintah menempatkan dana sebesar Rp200 triliun di lima bank pelat merah. Langkah ini diharapkan meningkatkan likuiditas, mempercepat perputaran uang di masyarakat, dan memicu kegiatan ekonomi yang lebih dinamis.
Menurut Purbaya, kebijakan ini tidak hanya berfokus pada intensifikasi pajak dari wajib pajak yang ada, tetapi juga pada ekstensifikasi, memperluas basis pajak melalui pertumbuhan ekonomi.
“Saya taruh bibit uang di bank dengan harapan ekonomi bergerak, sehingga pada akhirnya penerimaan pajak meningkat. Bukan lewat intensifikasi, tapi ekstensifikasi karena ekonominya tumbuh lebih cepat,” jelasnya.
Penyisiran Pos Penerimaan Pajak dan Antisipasi Kebocoran
Selain mengalirkan dana segar, Purbaya berkomitmen memeriksa pos-pos penerimaan pajak bernilai besar.
Langkah ini dilakukan untuk mencegah kebocoran dan memastikan setiap potensi pendapatan negara dimanfaatkan secara optimal.
“Saya akan sisir pendapatan besar-besar, apakah ada kebocoran atau tidak, seperti apa kondisinya,” tuturnya.
Badan Penerimaan Negara Masih Dikaji
Terkait rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) yang sebelumnya diusulkan Presiden Prabowo Subianto, Purbaya mengaku belum mendalaminya.
“Itu (BPN) belum saya pikirkan. Saya belum tahu, belum sentuh,” katanya.
Dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025 yang diperbarui melalui Peraturan Presiden Nomor 79 Tahun 2025—menggantikan Perpres 109 Tahun 2024 era Presiden Joko Widodo—usulan pembentukan BPN kembali dimunculkan.
Dalam lampiran Perpres disebutkan target meningkatkan rasio penerimaan negara terhadap PDB hingga 23 persen, lebih tegas dibanding kebijakan sebelumnya yang hanya menyoroti “Optimalisasi Penerimaan Negara.”
Optimalisasi Pajak dan Reformasi Administrasi
Pemerintah menekankan bahwa optimalisasi penerimaan negara harus ditempuh melalui perbaikan administrasi, pemungutan pajak efektif, serta penguatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tanpa mengorbankan pelayanan publik dan kelestarian lingkungan.
Kebijakan perpajakan ke depan juga diarahkan lebih sederhana, termasuk percepatan implementasi core tax system dan pemberian insentif yang tepat sasaran bagi sektor prioritas.
Langkah-langkah ini diharapkan memperkuat transformasi ekonomi bernilai tambah tinggi dan menjaga pertumbuhan yang inklusif.
Langkah pemerintah menanam dana triliunan rupiah ke bank BUMN bukan sekadar strategi likuiditas, tetapi juga sinyal bahwa pertumbuhan ekonomi dan penerimaan pajak saling terkait erat. Ekstensifikasi melalui pertumbuhan dinilai lebih berkelanjutan ketimbang memeras wajib pajak yang ada. (A46)