Sinata.id – Tragedi robohnya musala Ponpes Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, belum berakhir. Malam penuh haru menyelimuti lokasi saat suara rintihan santri terdengar samar dari balik reruntuhan. Di tengah puing beton, tim SAR berpacu dengan waktu demi menyelamatkan santri yang masih tertimbun.
Instruktur SAR Basarnas Surabaya, Johan Saptadi, Senin (29/9/2025) mengungkapkan, setiap suara rintihan lemah itu muncul dari balik tumpukan reruntuhan musala Pondok Pesantren Al Khoziny, tim penyelamat terdiam dan mendengar arah datangnya suara.
Para petugas SAR, relawan, hingga aparat gabungan pun bekerja lebih hati-hati. Bagi petugas, suara rintihan itu adalah penanda bahwa masih ada santri yang bertahan hidup di bawah tumpukan beton.
“Kami beberapa kali mendengar suara santri yang masih hidup. Itu menjadi semangat bagi kami untuk terus berusaha, meski proses evakuasi sangat sulit,” ungkap Johan.
Puluhan Santri Masih Hilang
Data terbaru posko pencarian mencatat, 65 santri masih hilang.
Angka itu meningkat dari laporan awal yang hanya 26 orang.
Sementara itu, 84 santri berhasil dievakuasi.
Dari jumlah itu, 83 mengalami luka-luka, dan seorang santri bernama Alfian Ibrahim (11), asal Bangkalan, meninggal dunia setelah sempat dirawat di rumah sakit.
Rinciannya, 34 korban menjalani perawatan di RSUD Sidoarjo, 45 orang di RSI Siti Hajar, dan 4 lainnya di RS Delta Surya.
Sebagian sudah diperbolehkan pulang setelah mendapat perawatan awal.
Tangis Orangtua Iringi Malam Pencarian
Di posko korban, jeritan dan tangisan para wali santri terus terdengar.
Suara lirih dari reruntuhan berpadu dengan suara histeris orangtua yang mencari kabar anak mereka.
Seorang ibu tak kuasa menahan duka hingga berteriak, “Ya Allah, anakku belum ketemu… anakku hilang!”
Sejumlah wali santri bahkan datang dari luar kota.
Mereka duduk terpaku di tikar seadanya, menatap layar ponsel, dan sesekali menoleh ke papan informasi korban dengan mata sembab.
Kendala Berat di Lapangan
Kepala Basarnas Surabaya, Nanang Sigit, menjelaskan, material bangunan yang berat menjadi tantangan paling sulit.
“Kami tidak bisa sembarangan memakai alat berat, khawatir terjadi ambruk susulan yang justru membahayakan korban yang masih hidup,” katanya.
Meski demikian, seluruh tim penyelamat tetap bekerja keras dengan segala keterbatasan.
Setiap suara rintihan yang terdengar membuat mereka berlari ke arah sumber suara, berusaha menggali dengan tangan, sekop, hingga mesin ringan, berharap bisa menemukan santri dalam keadaan selamat. (A46)