Sinata.id – Melalui kuasa hukumnya, Surya Darmadi menyatakan kesediaannya menghibahkan aset sawit senilai fantastis, Rp10 triliun, kepada negara melalui Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara. Namun, di balik sikap dermawan itu, terselip harapan besar, perlakuan hukum yang adil dan setara dari pemerintah.
Kuasa hukum Surya Darmadi, Handika Honggowongso, mengungkapkan bahwa kliennya siap menyerahkan seluruh kebun dan pabrik kelapa sawit miliknya yang berada di Kalimantan Barat. Nilainya tidak main-main, mencapai sekitar Rp10 triliun berdasarkan taksiran bersih.
“Nilainya sekitar sepuluh triliun rupiah, mencakup kebun dan pabrik kelapa sawit di Kalimantan Barat,” ujar Handika dalam keterangan pers, dikutip Minggu (12/10/2025).
Menurut Handika, langkah ini bukan sekadar bentuk tanggung jawab moral, tetapi juga bagian dari komitmen untuk menuntaskan kewajiban finansial Surya Darmadi terhadap negara. “Maksud dan tujuannya jelas, untuk membayar utang negara,” tegasnya.
Namun, di balik hibah tersebut, ada pesan penting yang ingin disampaikan pihak Surya Darmadi.
Baca Juga: Serangan Siber Hantam Rekening Investor, OJK Pastikan Semua Dana Nasabah Aman
Handika berharap pemerintah dapat memberikan perlakuan hukum yang setara terhadap lahan-lahan milik Duta Palma Group yang hingga kini belum memiliki surat keputusan (SK) pelepasan kawasan maupun hak guna usaha (HGU).
Ia menilai, penyelesaian status lahan itu seharusnya dilakukan lewat jalur administratif sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja, bukan melalui ranah pidana korupsi.
“Untuk kebun-kebun Duta Palma yang belum ada SK dan HGU-nya, kami mohon diselesaikan seperti yang lain, melalui mekanisme administratif. Bayar denda, bayar dana revitalisasi lahan, selesai secara aturan,” kata Handika.
Sindiran terhadap Jalur Tipikor
Lebih jauh, Handika menuding penanganan kasus Surya Darmadi lewat jalur Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) bersifat diskriminatif.
Menurutnya, banyak perusahaan lain yang menghadapi kasus serupa justru diselesaikan lewat mekanisme administratif tanpa harus melalui proses hukum yang panjang dan berliku.
“Yang lain diselesaikan lewat UU Cipta Kerja, selesai. Tapi kenapa Duta Palma justru dijerat lewat Tipikor?” ucapnya.
Pandangan ini mencerminkan kekecewaan terhadap perlakuan hukum yang dianggap tidak seimbang.
Handika berharap langkah hibah besar-besaran ini bisa menjadi momentum rekonsiliasi antara pengusaha dan negara, demi kepastian hukum dan iklim investasi yang sehat.
Kasus Surya Darmadi
Sebagai informasi, Surya Darmadi, bos besar Duta Palma Group, sebelumnya telah divonis bersalah dalam kasus korupsi alih fungsi lahan sawit di Indragiri Hulu, Riau.
Ia dijatuhi hukuman 16 tahun penjara serta diwajibkan membayar uang pengganti yang mencapai triliunan rupiah.
Kasusnya menjadi salah satu yang terbesar dalam sejarah korupsi kehutanan di Indonesia, dengan kerugian negara ditaksir mencapai puluhan triliun.
Sementara itu, lembaga yang menjadi tujuan hibah, Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara, merupakan institusi baru yang dibentuk pemerintah untuk mengelola aset strategis milik negara. Termasuk di dalamnya aset hasil sitaan, hibah, maupun pengalihan dari kasus hukum.
BPI Danantara berfungsi mengoptimalkan nilai ekonomi aset-aset tersebut dengan prinsip transparansi, profesionalitas, dan keberlanjutan. Melalui lembaga ini, pemerintah berharap setiap aset hasil penegakan hukum dapat kembali berkontribusi pada pembangunan nasional dan kesejahteraan rakyat. [zainal/a46]