Sinata.id – Kisah asmara antara Mbah Tarman (74) dan Sheila Arika (24) sempat membuat publik heboh. Bukan hanya karena jarak usia 50 tahun, tapi juga lantaran mahar fantastis berupa cek senilai Rp3 miliar yang menyertai akad mereka di Pacitan. Namun di balik kisah cinta yang tampak bak dongeng itu, tersingkap fakta bahwa kasus mbah Tarman ternyata pernah membuatnya mendekam di penjara.
Wajahnya tampak berseri di pelaminan, senyum sang pengantin wanita pun tak kalah memikat. Tapi di balik kisah cinta beda usia 50 tahun yang viral itu, tersimpan masa lalu kelam.
Kabar itu langsung meledak di media sosial. Ribuan komentar memenuhi linimasa, dari yang kagum hingga curiga. Banyak warganet mempertanyakan, siapa sebenarnya Mbah Tarman yang bisa memberi mahar miliaran, dan dari mana kekayaannya berasal.
Baca Juga: Belum Tuntas Cek Rp3 Miliar, Mbah Tarman Kini Dikejar Vendor Nikah yang Belum Dibayar
Tak butuh waktu lama, penyelidikan warganet pun menemukan sesuatu yang mengejutkan. Nama Tarman rupanya bukan baru sekali mencuat. Ia pernah menjadi narapidana kasus penipuan di Wonogiri, Jawa Tengah, pada tahun 2022. Fakta ini dikonfirmasi oleh Kapolres Wonogiri, AKBP Wahyu Sulistyo, dikutip dari Kompascom, pada Senin (13/10/2025).
“Benar, saudara Tarman pernah kami tangani dalam perkara penipuan barang antik jenis samurai. Ia dijerat Pasal 378 KUHP dan telah menjalani hukuman selama dua tahun,” ungkap Kapolres.
Kasus itu, kata Wahyu, bermula antara tahun 2016 hingga 2020. Dalam kurun waktu itu, Tarman menipu korbannya hingga Rp250 juta dengan modus jual beli pedang samurai yang diklaim bernilai fantastis. Ia mengaku memiliki pedang antik asal Jepang yang, konon, bisa dijual hingga Rp20 triliun. Ya, angka yang membuat siapa pun tergoda untuk percaya.
Namun agar pedang “langka” itu bisa laku, Tarman meminta korban menyiapkan biaya operasional sebesar Rp3 triliun, dengan janji keuntungan berlipat. Ia bahkan mengaku bekerja sama dengan Yayasan PPMI Sumedang PL, dan menyebut sejumlah nama yang disebut-sebut sebagai pengurus yayasan untuk menambah kepercayaannya.
“Pelaku juga meminta korban membuat nota kesepakatan atau MoU tentang ganti biaya perawatan pedang samurai ex Jepang. Semua dibuat seolah-olah resmi dan meyakinkan,” terang Wahyu.
Termanipulasi oleh bujuk rayu dan dokumen yang tampak sah, korban pun mengalirkan uang secara bertahap, baik tunai, transfer, maupun bentuk lain. Namun janji penjualan samurai tak pernah terealisasi. Uang korban lenyap, pedang antik tak jelas wujudnya.
Lebih mengejutkan lagi, polisi menemukan bahwa bukan hanya satu korban. Ada banyak pihak lain yang mengaku tertipu dengan kerugian lebih besar. Sayangnya, sebagian memilih diam karena takut uang mereka hangus jika melapor. [zainal/a46]