Sinata.id – Dua kekuatan ekonomi terbesar di planet ini akhirnya kembali duduk satu meja. Amerika Serikat dan China membuka babak baru perundingan di Kuala Lumpur, Sabtu pagi (25/10/2025), dalam upaya meredakan ketegangan yang selama ini mengguncang pasar global.
Di satu sisi, hadir Wakil Perdana Menteri China He Lifeng bersama timnya, termasuk Wakil Menteri Perdagangan Li Chenggang dan Wakil Menteri Keuangan Liao Min.
Di sisi lain, Menteri Keuangan AS Scott Bessent memimpin delegasi Washington. Pertemuan ini disebut-sebut sebagai langkah krusial sebelum Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping dijadwalkan bertemu pada KTT APEC di Korea Selatan, Kamis mendatang.
Baca Juga: Bioetanol E10 Bakal Lebih Mahal dari Pertamax? Ini Penjelasan Lengkap dari Pakar Energi!
Pertemuan ini tak sekadar formalitas diplomatik. Bessent dan He Lifeng, dua sosok yang dikenal dekat dengan Xi Jinping, dihadapkan pada tugas berat, yaitu menurunkan suhu ketegangan akibat serangan tarif dan pembatasan ekspor yang saling diberlakukan.
Di tengah tekanan global, kedua negara mencoba mencari titik temu agar tidak terseret ke dalam perang ekonomi jilid baru.
Presiden Trump sendiri sudah lebih dulu memberikan sinyal, yang terdengar tegas namun ambigu.
“Kami akan berdiskusi banyak hal. Mereka harus memberi konsesi, dan saya pikir kami juga akan melakukannya,” ujar Trump, belum lama ini.
Dengan nada khasnya, Trump menyinggung tarif tinggi terhadap produk China yang mencapai 157 persen.
“Itu tidak bisa terus seperti ini,” katanya.
Trump menegaskan bahwa AS menginginkan keuntungan nyata dari perundingan tersebut.
Menurut sumber diplomatik, Trump berencana menawarkan perpanjangan jeda tarif impor bagi produk Tiongkok, namun dengan sejumlah syarat.
Di antaranya, China harus melanjutkan pembelian kedelai asal Amerika, memperketat pengawasan terhadap perdagangan fentanil, dan melonggarkan pembatasan ekspor logam tanah jarang.
Langkah itu dianggap sebagai upaya mencairkan suasana menjelang pertemuan puncak dengan Xi Jinping.
Baca Juga: PBB Desak Israel Longgarkan Jalur Bantuan ke Gaza, Meski Gencatan Senjata Telah Berlaku
Apalagi, di awal Oktober lalu, Trump sempat mengecam kebijakan Beijing terkait logam tanah jarang yang dinilai merugikan pasar internasional.
Kunjungan Trump ke Asia kali ini bukan hanya soal hubungan bilateral dengan China.
Presiden AS dijadwalkan bertemu Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim pada Minggu. Agenda mereka mencakup pembahasan soal perdagangan, investasi, dan keamanan regional.
Trump juga berencana menandatangani beberapa kesepakatan penting, termasuk perjanjian ekonomi dan kerja sama mineral strategis, langkah yang bisa memperkuat posisi AS dalam rantai pasok global. [zainal/a46|bloomberg]