Simalungun, Sinata.id – Pemerintah Kabupaten Simalungun resmi menerapkan Universal Health Coverage (UHC), memastikan seluruh warga dapat berobat cukup dengan menunjukkan KTP tanpa biaya tambahan.
Kebijakan yang diluncurkan pada Jumat (25/9/2025) ini menandai reformasi besar layanan kesehatan daerah, sekaligus menghapus hambatan administrasi yang selama ini menghambat akses masyarakat terhadap pelayanan medis.
Layanan Kesehatan Tanpa Ribet: Era Baru Pelayanan Publik Dimulai
Simalungun resmi memasuki babak baru sektor kesehatan. Mulai akhir September 2025, seluruh warga Kabupaten Simalungun kini dapat mengakses layanan medis hanya dengan menunjukkan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Tanpa surat rujukan tambahan, tanpa syarat administrasi berlapis—cukup identitas, masyarakat berhak menerima layanan komprehensif dari fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS.
Kebijakan ini merupakan bagian dari penerapan Universal Health Coverage (UHC), sebuah program jaminan kesehatan yang memastikan setiap penduduk mendapatkan pelayanan tanpa terbebani biaya. Kebijakan tersebut diluncurkan dalam acara resmi di Balei Harungguan Djabanten Damanik, Pamatang Raya, Jumat (25/9/2025), dan disambut sebagai tonggak reformasi pelayanan publik di daerah.
Acara peluncuran dipimpin oleh Bupati Simalungun, Dr. H. Anton Achmad Saragih, dan dihadiri jajaran BPJS Kesehatan, unsur pemerintahan kecamatan, pimpinan puskesmas, dan perwakilan fasilitas kesehatan se-Simalungun. Kehadiran seluruh pemangku kepentingan ini menjadi simbol persatuan gerak dalam membangun sistem kesehatan yang setara bagi semua warga.
Capaian Kepesertaan Lampaui Jumlah Penduduk: Bukti Sistem Sudah Bergerak
Dalam pemaparannya, Kepala Dinas Kesehatan Simalungun Edwin Tony SM Simanjuntak mengungkap angka yang membuat banyak hadirin terpukau. Kepesertaan BPJS Kesehatan di Kabupaten Simalungun telah menyentuh 101,78%, melebihi total penduduk sebanyak 1.004.303 jiwa.
Angka itu menggambarkan bahwa tidak hanya warga Simalungun yang menjadi peserta, tetapi juga pekerja dari luar daerah yang berdomisili atau bekerja di wilayah tersebut. Tingginya jumlah peserta tidak muncul begitu saja. Pemerintah daerah bersama fasilitas pelayanan kesehatan secara konsisten melakukan jemput bola, memperluas edukasi, memperkuat kerja sama, dan memastikan tidak ada lapisan masyarakat yang tertinggal.
Kategori peserta juga beragam, mulai dari pekerja penerima upah (PPU), pekerja bukan penerima upah (PBPU), peserta mandiri, hingga masyarakat yang iurannya ditanggung pemerintah pusat maupun daerah. Namun yang paling mencolok adalah tingkat keaktifan layanan mencapai 80,59%, menandakan bahwa kartu BPJS bukan sekadar simbol tetapi betul-betul digunakan masyarakat.
Perjalanan Panjang Pembiayaan: Naik Turun Peserta PBPU yang Ditanggung Pemkab
Edwin turut membeberkan perjalanan enam tahun terakhir terkait pembiayaan PBPU oleh pemerintah daerah. Grafiknya sempat menurun pada tahun 2021, saat pandemi melanda dan alokasi anggaran daerah harus difokuskan pada penanganan darurat. Namun setelah itu, angka peserta PBPU yang dibiayai Pemkab terus meningkat hingga menembus lebih dari 200 ribu jiwa pada tahun 2025.
Pertumbuhan ini menunjukkan konsistensi Pemkab Simalungun dalam memastikan kelompok rentan tetap mendapat akses kesehatan tanpa biaya. Pemerintah menanggung penuh iuran peserta yang masuk kategori PBPU tertentu, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah yang selama ini paling terdampak oleh biaya kesehatan.
Edwin menyebut bahwa pengakuan sebagai daerah UHC bukanlah garis finish. “Ini baru awal dari komitmen baru. Tantangannya bukan hanya banyaknya peserta, tetapi bagaimana menjamin mutu layanan tetap naik, bukan turun,” ujarnya menegaskan.
Bupati: Kesehatan Bukan Fasilitas, Tapi Hak Dasar Setiap Orang
Dalam pidatonya, Bupati Anton Achmad Saragih menegaskan bahwa peluncuran UHC bukan sekadar seremonial atau target administrasi. Baginya, kesehatan adalah hak fundamental yang tidak boleh dipersulit oleh kondisi ekonomi.
“Kita ingin setiap warga merasakan layanan yang cepat, mudah, dan manusiawi. Tidak boleh ada warga yang harus menunda berobat hanya karena takut biaya,” tegasnya.
Kini, Simalungun ditopang oleh 46 puskesmas, 3 RSUD, 3 rumah sakit swasta, klinik pratama, serta praktik dokter mandiri yang terhubung dalam jejaring BPJS. Bupati juga mendorong fasilitas kesehatan yang belum bermitra agar segera memenuhi standar dan bergabung, sehingga tidak ada wilayah yang tertinggal dalam pemerataan layanan.
Pemerintah, katanya, bergerak bukan hanya untuk mengejar angka kepesertaan, tetapi memastikan semua warga, dari desa hingga kota, merasakan layanan yang sama tanpa diskriminasi.
Terintegrasi dengan Program Besar Sumut: KTP Jadi Tiket Berobat Mulai 1 Oktober
Implementasi UHC di Simalungun tidak berdiri sendiri. Program ini merupakan bagian dari Program UHC Prioritas Sumut dan Program Berobat Gratis (Probis) Sumut Berkah yang diluncurkan di Lubuk Pakam, Senin (29/9/2025), oleh Gubernur Sumatera Utara, Muhammad Bobby Afif Nasution.
Mulai 1 Oktober 2025, seluruh masyarakat cukup menunjukkan KTP untuk mendapatkan layanan kesehatan di fasilitas yang bekerja sama dengan BPJS. Tidak ada lagi biaya tambahan. Tidak ada lagi penolakan perawatan karena kamar kelas 3 penuh. Pasien berhak dirawat di kelas lain tanpa dikenakan biaya tambahan—sebuah langkah besar untuk menghapus ketimpangan dalam layanan kesehatan.
Bupati Anton menyatakan bahwa Kabupaten Simalungun telah mempersiapkan seluruh mekanisme pelaksanaan, termasuk pengawasan, pemetaan fasilitas, serta pemantauan kualitas pelayanan setiap puskesmas dan rumah sakit.
Selain itu, Simalungun juga mendapatkan Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp 28.435.470.915 dari Pemerintah Provinsi Sumut, yang sebagian diarahkan untuk memperkuat layanan publik, termasuk penambahan fasilitas dan peningkatan kesejahteraan tenaga kesehatan.
“Ini bukan tentang anggaran semata. Ini tentang keberpihakan kepada warga,” ujar Bupati.
Mengajak Warga Terlibat: UHC Berhasil Jika Disadari Bersama
Pemberlakuan UHC ibarat membuka gerbang baru bagi masyarakat. Namun keberhasilan sebuah sistem tidak hanya ditentukan oleh pemerintah. Masyarakat diminta memastikan status kepesertaan aktif, melakukan update data secara berkala, serta memanfaatkan layanan kesehatan sejak dini.
“Program ini dibuat agar masyarakat tidak terlambat berobat. Jangan tunggu parah. Jangan tunggu kondisi darurat. Manfaatkan fasilitas yang sudah tersedia,” tegas Dinas Kesehatan.
Sementara tenaga medis di seluruh wilayah telah diminta untuk meningkatkan pelayanan, memperbaiki alur administrasi, dan mengurangi antrean yang tidak perlu. Peningkatan kualitas layanan dianggap sebagai ujung tombak keberhasilan UHC—karena yang akan dinilai masyarakat bukan angka, tetapi pengalaman nyata saat berobat.
Di tengah berbagai reformasi ini, Pemkab Simalungun berharap masyarakat semakin sadar bahwa kesehatan bukan sekadar layanan teknis, tetapi fondasi kehidupan yang layak. Dengan UHC yang sudah resmi diberlakukan, pemerintah menegaskan bahwa kesehatan bukan privilese, tetapi hak untuk semua warga tanpa kecuali. [a27]