Sinata.id – Pemerintah mengambil langkah cepat meredam dampak ekonomi akibat banjir dan longsor yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera. UMKM yang menjadi debitur Kredit Usaha Rakyat (KUR) kini mendapat kelonggaran khusus agar roda usaha tetap bergerak di tengah situasi darurat.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan, kebijakan ini dirancang untuk memberi ruang bernapas bagi pelaku usaha kecil yang terdampak langsung bencana alam.
Relaksasi diberikan dalam tiga skema utama dan mulai berlaku sejak Desember 2025 hingga Maret 2026.
Dalam periode tersebut, debitur KUR terdampak dibebaskan dari kewajiban membayar angsuran.
Di saat yang sama, penyalur KUR tidak menerima cicilan, sementara lembaga penjamin maupun perusahaan asuransi juga tidak mengajukan klaim selama masa relaksasi berlangsung.
“Ini adalah masa jeda agar pelaku UMKM bisa fokus memulihkan usaha dan kondisi keluarganya, tanpa terbebani kewajiban cicilan,” kata Airlangga, Selasa (16/12/2025).
Baca Juga: 2 Bank Pelat Merah Siapkan Dana Tunai Rp41 Triliun Jelang Nataru 2025/2026
Kebijakan kedua menyasar debitur KUR eksisting yang usahanya tidak dapat dilanjutkan akibat kerusakan parah.
Untuk kelompok ini, pemerintah membuka opsi restrukturisasi lebih lanjut, mulai dari perpanjangan tenor hingga kemungkinan penghapusan kewajiban tertentu, sesuai dengan tingkat dampak yang dialami.
Tak berhenti di situ, pemerintah juga membuka pintu pembiayaan baru.
UMKM terdampak bencana diperbolehkan mengajukan tambahan kredit dengan insentif bunga yang signifikan.
Pada 2026, bunga dan margin ditetapkan 0 persen, sementara pada 2027 dipatok 3 persen, sebelum kembali ke tingkat normal sebesar 6 persen pada tahun-tahun berikutnya.
Skema serupa juga berlaku bagi debitur baru KUR di wilayah terdampak.
Pemerintah berharap langkah ini dapat mempercepat pemulihan aktivitas ekonomi lokal sekaligus menjaga keberlangsungan usaha kecil di daerah bencana.
Seluruh kebijakan tersebut dijalankan melalui pengaktifan kembali ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 19 Tahun 2022, yang secara khusus diberlakukan untuk tiga provinsi di Sumatera yang terdampak banjir dan longsor.






