Medan, Sinata.id – Tiromsi Sitanggang, seorang notaris dan dosen di Kota Medan, harus menjalani hukuman yang lebih berat atas pembunuhan berencana terhadap suaminya sendiri. Melalui proses banding, vonisnya bertambah dua tahun, dari 18 tahun menjadi 20 tahun penjara.
Putusan pemberatan hukuman ini dijatuhkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) Medan, yang tertuang dalam amar putusan No. 2035/PID/2025/PT MDN. Majelis hakim yang dipimpin Krosbin Lumban Gaol menyatakan bahwa perbuatan Tiromsi telah terbukti secara sah dan meyakinkan sebagai tindak pidana pembunuhan berencana yang dilakukan secara bersama-sama.
Mengutip berkas perkara, narasi kritis membongkar skenario kejahatan yang sistematis. Tiromsi, bersama sopir pribadinya, Grippa Sihotang (yang kini menjadi DPO), merancang pembunuhan suaminya, Rusman Maralen Situngkir, sejak Februari 2024.
Langkah pertama yang mengungkap motif terencana adalah pengambilan polis asuransi jiwa atas nama Rusman di PT Prudential Life Assurance dengan nilai klaim Rp500 juta pada 17 Februari 2024—sebuah polis yang didaftarkan tanpa sepengetahuan korban.
Untuk melengkapi administrasi, Tiromsi bahkan memanfaatkan anaknya, Angel Surya Nauli Sitanggang, untuk mengambil foto Rusman memegang KTP.
Korban kemudian dipaksa menjalani pemeriksaan medis di Laboratorium Prodia untuk mempercepat proses validasi asuransi, sebuah indikasi kuat persiapan pencairan dana setelah kematiannya.
Puncak tragedi terjadi pada pagi hari Jumat, 22 Maret 2024, di kediaman mereka di Jalan Gaperta, Medan. Saksi mendengar rintihan dan teriakan minta tolong Rusman dalam bahasa Batak.
Beberapa jam kemudian, Rusman ditemukan tergeletak di lantai dengan darah mengalir dari telinganya oleh seorang tetangga. Alih-alih panik, Tiromsi dengan tenang menyatakan suaminya hanya pingsan.
Rusman dinyatakan meninggal dunia di Rumah Sakit Advent Medan. Dalam sebuah upaya untuk menutupi kejahatan, Tiromsi awalnya mengklaim kematian suaminya akibat kecelakaan lalu lintas. Namun, tipu muslihat ini dengan cepat terbongkar.
Keluarga korban, yang curiga setelah menemukan luka di kepala, tangan, dan bibir almarhum, tidak menemukan satu pun tanda kecelakaan di lokasi yang disebutkan.
Kecurigaan keluarga terbukti melalui hasil autopsi. Visum et repertum menyimpulkan Rusman mengalami pendarahan di rongga kepala akibat trauma benda tumpul yang menyebabkan kematian karena mati lemas.
Bukti laboratorium kriminalistik semakin menguatkan, dengan ditemukannya bercak darah korban di dalam kamar.
Meskipun vonisnya diperberat, hukuman 20 tahun ini masih lebih ringan dari tuntutan awal JPU Kejaksaan Negeri Medan, yang menuntut hukuman mati. (A58)