Aceh Timur, Sinata.id — Peristiwa yang mengusik kebebasan pers kembali terjadi. M. Haris Nduru, wartawan Graha Media Group-Online, nyaris menjadi korban kekerasan saat menjalankan tugas jurnalistik di lokasi lahan sengketa milik PTPN IV Regional VI, tepatnya di Desa Seuneubok Bayu, Kecamatan Indra Makmu, Kabupaten Aceh Timur, Sabtu Tanggalb19 april 2025 sore.
Insiden terjadi sekitar pukul 15.00 WIB ketika M. Haris tengah meliput kisruh pemanenan tandan buah segar (TBS) sawit di lokasi yang menjadi sengketa antara pihak PTPN IV dan sebagian warga desa. Saat mengambil gambar, ia didatangi sejumlah orang, termasuk dua oknum pengacara yang diketahui mendampingi warga dalam sengketa tersebut.
Dalam rekaman video yang beredar, terlihat seorang pria yang disebut-sebut bernama Syahrul alias Yun, secara lantang meminta kamera dimatikan dan melarang peliputan. Situasi sempat memanas dan nyaris berujung pada tindak kekerasan fisik terhadap jurnalis tersebut.
Beruntung, aparat keamanan dari TNI-Polri yang bertugas di pos keamanan perkebunan segera bertindak cepat dan mengamankan M. Haris ke pos terdekat untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan.
Kecaman dari Komunitas Pers
Tindakan intimidasi ini langsung mendapat kecaman dari berbagai kalangan, terutama komunitas pers di Aceh Timur. Hendrika Saputra, jurnalis senior daerah tersebut, menegaskan bahwa tindakan menghalangi kerja wartawan merupakan bentuk pelanggaran terhadap Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.
“Apa yang dialami rekan kita M. Haris adalah bentuk nyata penghalangan terhadap tugas jurnalistik. Ini mencederai prinsip-prinsip demokrasi dan transparansi,” kata Hendrika.
Senada dengan itu, jurnalis lainnya, Nana Thama, menilai kejadian ini sebagai sinyal bahaya terhadap kebebasan pers, terutama di wilayah-wilayah rawan konflik lahan. “Jika wartawan tak diberi rasa aman saat bekerja, maka publik yang akan kehilangan hak atas informasi yang jujur dan akurat,” ujarnya.
Komunitas pers mendesak pihak kepolisian untuk menindaklanjuti insiden ini secara serius. Mereka juga meminta perlindungan bagi jurnalis yang bertugas di lapangan, terutama dalam situasi sengketa yang rawan konflik sosial.
Sementara itu, hingga berita ini ditayangkan, pihak terkait dari masyarakat dan kuasa hukum belum memberikan pernyataan resmi. Namun, tekanan publik agar insiden ini tidak berulang semakin menguat.
Kebebasan pers adalah pilar demokrasi, dan kejadian ini menjadi pengingat penting bahwa tugas wartawan harus dihormati oleh semua pihak—terutama dalam menjaga hak publik atas informasi yang benar. (*)