India, Sinata.id – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyuarakan alarm global terhadap celah regulasi keamanan obat di India. Peringatan ini dikeluarkan menyusul kematian sedikitnya 20 anak yang diyakini akibat mengkonsumsi sirup obat batuk yang terkontaminasi zat beracun.
Tragedi yang dilaporkan terjadi di negara bagian Madhya Pradesh dan Rajasthan ini mendorong otoritas India bertindak cepat. Pemilik perusahaan farmasi produsen sirup yang diduga terkait telah ditangkap, produksi dihentikan, dan penyelidikan menyeluruh diluncurkan.
WHO memperingatkan bahwa obat-obatan berbahaya ini, yang terkait dengan tiga merek sirup batuk, berpotensi menyebar ke negara lain melalui saluran distribusi yang tidak teregulasi. Ketiga merek tersebut—Coldrif, Respifresh, dan ReLife—ditemukan mengandung dietilen glikol (DEG), zat kimia beracun yang umum digunakan dalam pelarut industri.
Penyelidikan mengungkap kondisi manufaktur yang sangat memprihatinkan. Inspeksi di Sresan Pharmaceuticals, salah satu produsennya, menemukan 364 pelanggaran aturan, dengan 39 di antaranya dikategorikan “sangat serius.”
Laporan inspeksi menggambarkan kondisi yang jauh dari standar. Di antaranya: penggunaan staf yang kurang berkualitas, peralatan dan air di bawah standar, tidak adanya pengendalian hama, pembuangan limbah tanpa proses pemurnian dan penyimpanan air produksi dan produk jadi yang tidak higienis.
Tindakan Hukum dan Larangan
Sebagai respons, banyak negara bagian di India telah melarang ketiga sirup tersebut. Beberapa daerah bahkan memberlakukan larangan semua sirup batuk untuk anak di bawah usia dua tahun.
Tindakan hukum pun dijalankan. Otoritas menangkap G Ranganathan (73), pemilik Sresan Pharmaceuticals, dan mencabut lisensi perusahaannya secara permanen. Seorang dokter yang meresepkan sirup Coldrif, Praveen Soni, juga ditangkap atas dugaan kelalaian.
Ini bukan pertama kalinya sirup buatan India menjadi sorotan. Pada tahun 2023, produk serupa yang terkontaminasi DEG dari India telah dikaitkan dengan kematian 70 anak di Gambia dan 18 anak di Uzbekistan, memperkuat kekhawatiran akan keamanan produk farmasi dari negara tersebut. (A58)