Ankara, Sinata.id – Turki mengambil peran penting dalam krisis kemanusiaan di Gaza dengan memfasilitasi pemulangan jenazah tentara Israel, Hadar Goldin, yang tewas pada perang Israel-Hamas tahun 2014.
Selain itu, Ankara juga berupaya memastikan keselamatan sekitar 200 warga sipil yang masih terjebak di terowongan Gaza di tengah ketegangan yang mengancam kelanjutan gencatan senjata.
Pejabat senior Turki menyebut keberhasilan pengembalian jenazah Goldin sebagai hasil dari “upaya intensif yang mencerminkan komitmen Hamas terhadap gencatan senjata.”
Menurutnya, langkah ini juga diiringi dengan negosiasi untuk menjamin perjalanan aman bagi ratusan warga sipil yang terperangkap di bawah tanah akibat blokade dan serangan di wilayah Rafah.
Upaya ini dilakukan setelah Israel, melalui Palang Merah, menerima jenazah Goldin pada Minggu (9/11).
Israel menyebut pemulangan tersebut sebagai bagian dari perjanjian yang disepakati dengan mediator, di mana Turki menjadi salah satu negara penandatangan gencatan senjata bulan lalu bersama dukungan Presiden AS Donald Trump.
Sementara itu, kelompok Hamas menegaskan tidak akan menyerah kepada Israel. Brigade Al-Qassam, sayap militer Hamas, menolak tudingan bahwa mereka melanggar gencatan senjata dan menegaskan para pejuangnya “bertahan demi membela diri.”
Dalam pernyataannya, mereka menyebut bahwa konsep menyerah “tidak ada dalam kamus Brigade Al-Qassam.”
Situasi di Rafah tetap tegang. Mesir sebagai mediator mengusulkan agar para pejuang Hamas yang masih bertahan di sana menyerahkan senjata mereka dan mengungkap lokasi terowongan dengan imbalan perjalanan aman ke wilayah lain di Gaza.
Proposal itu ditujukan untuk mengakhiri kebuntuan sekaligus mencegah eskalasi yang dapat menggagalkan gencatan senjata yang telah berlangsung lebih dari sebulan.
Namun, Hamas menegaskan bahwa tanggung jawab menjaga kelangsungan gencatan senjata ada pada para mediator. Mereka memperingatkan agar Israel tidak menggunakan “dalih lemah” untuk kembali melancarkan serangan terhadap warga sipil Gaza.
Sejak gencatan senjata diberlakukan pada 10 Oktober, Rafah menjadi titik paling rawan kekerasan.
Tercatat tiga tentara Israel tewas dalam bentrokan yang kemudian dibalas dengan serangan udara yang menewaskan puluhan warga Palestina.
Israel menuduh Hamas berada di balik serangan itu, sementara kelompok tersebut membantah keterlibatan mereka.
Hamas juga telah menyerahkan 23 dari 28 jenazah sandera Israel yang tewas di Gaza, meski mengakui bahwa kondisi kehancuran di wilayah itu menyulitkan proses pencarian.
Sebaliknya, Israel mengembalikan sekitar 300 jenazah warga Palestina ke Gaza melalui koordinasi dengan Kementerian Kesehatan setempat.
Pada hari yang sama, satu warga Palestina dilaporkan tewas akibat serangan udara Israel di Bani Suhaila, sebelah timur Khan Younis. Militer Israel belum memberikan tanggapan atas insiden tersebut. (*)