Sinata.id – Warga Indonesia diterpa terik matahari yang menyengat. Dari Jakarta hingga Bali, suhu udara memecahkan rekor, membuat aktivitas sehari-hari terganggu dan memicu peringatan dari BMKG.
Deputi BMKG, Guswanto, mengungkapkan, panas ekstrem ini disebabkan pergeseran posisi matahari ke selatan, ditambah minimnya tutupan awan yang membuat sinar matahari langsung menghantam permukaan bumi.
BMKG memperingatkan, kondisi panas ini diperkirakan masih akan berlanjut hingga akhir Oktober, disertai potensi hujan lokal yang tiba-tiba muncul dan risiko paparan sinar ultraviolet ekstrem bagi kesehatan masyarakat.
Warga di hampir seluruh wilayah Indonesia, merasakan panas ekstrem yang begitu menyengat, memicu peringatan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Baca Juga: Syarat dan Cara Daftar SDUWHV Australia 2025, Akses Resmi Sudah Dibuka Online
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan, fenomena panas yang melanda Indonesia ini berkaitan erat dengan pergeseran posisi matahari ke arah selatan. Pergeseran ini membuat tutupan awan berkurang, sehingga sinar matahari menembus permukaan bumi tanpa hambatan.
“Saat ini, posisi matahari sudah bergeser ke selatan wilayah Indonesia, sehingga pertumbuhan awan hujan di wilayah selatan jarang terjadi. Inilah yang membuat cuaca terasa sangat panas,” ujar Guswanto, dikutip Rabu (13/10/2025).
Dampak Panas Ekstrem di Berbagai Wilayah
Fenomena panas tidak hanya terasa di Pulau Jawa. Di DKI Jakarta, suhu mencapai 35°C, sementara Surabaya dan Sidoarjo, Jawa Timur, mencatat angka hingga 36°C.
Kota-kota lain di Jawa Tengah seperti Semarang, Grobogan, dan Sragen melaporkan suhu 34–35°C. Bali dan Nusa Tenggara juga terdampak dengan suhu maksimum mencapai 35°C.
Di Kalimantan Tengah, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) merasakan kondisi serupa.
Prakirawan Cuaca Stasiun Meteorologi H. Asan Sampit, Lyla Affifah, mengatakan, suhu udara mencapai 33–35°C. Panas terasa lebih menyengat karena kelembapan rendah dan angin kering yang menyapu permukaan.
“Kondisi ini wajar untuk masa peralihan dari musim kemarau ke penghujan, tetapi angin timuran yang membawa udara kering memperkuat panas siang hari,” jelas Lyla, Rabu (15/10/2025).
Lyla juga menekankan pentingnya kewaspadaan terhadap potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) akibat udara kering.
Indeks UV Capai Level Ekstrem
BMKG mengingatkan masyarakat mengenai bahaya paparan sinar ultraviolet (UV).
Berdasarkan data terbaru, indeks UV di Indonesia Rabu (15/10) berada pada level ungu dan merah, menandakan risiko ekstrem dan sangat tinggi.
Warga diimbau menghindari paparan langsung antara pukul 10.00–16.00 WIB.
“Indeks UV ungu berarti ekstrem. Kulit dan mata dapat rusak dalam hitungan menit jika tidak menggunakan pelindung,” terang Stasiun Pemantau Atmosfer Global Lore Lindu Bariri, unit BMKG.
Untuk perlindungan, masyarakat disarankan memakai topi, kacamata hitam, pakaian pelindung, dan sunscreen SPF 30+ setiap dua jam, terutama saat beraktivitas di luar ruangan.
Penyebab Fenomena Panas
Selain pergeseran posisi matahari, panas ekstrem diperparah oleh beberapa faktor:
-
Minimnya tutupan awan – sinar matahari langsung menembus permukaan bumi.
-
Radiasi matahari meningkat – terutama di wilayah daratan seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.
-
Masa pancaroba – peralihan dari musim kemarau ke musim hujan menciptakan fluktuasi cuaca.
-
Angin timuran kering – meningkatkan suhu siang hari secara signifikan.
-
Fenomena La Nina lemah – diperkirakan berlangsung Oktober 2025 hingga Januari 2026, menyebabkan peningkatan curah hujan bertahap di beberapa wilayah.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati memprediksi, panas ekstrem akan mulai mereda pada akhir Oktober hingga awal November 2025, bersamaan dengan masuknya musim hujan dan meningkatnya tutupan awan.
Tips BMKG untuk Menghadapi Panas Ekstrem
BMKG mengimbau masyarakat untuk tetap menjaga kesehatan dan mengurangi risiko paparan sinar matahari:
-
Hindari berada di bawah terik matahari antara pukul 10.00–16.00 WIB.
-
Tetap berada di tempat teduh saat siang hari.
-
Gunakan pakaian pelindung, topi lebar, dan kacamata hitam.
-
Oleskan tabir surya SPF 30+ setiap dua jam, termasuk saat beraktivitas di hari berawan.
-
Perhatikan permukaan cerah seperti pasir, air, atau salju yang meningkatkan paparan UV.
-
Selalu perbarui informasi cuaca melalui laman resmi BMKG atau aplikasi Info BMKG.
Selain panas, BMKG juga memperingatkan potensi hujan lokal dengan intensitas tinggi namun durasi singkat akibat pembentukan awan konvektif.
“Hujan deras bisa terjadi pada sore atau malam hari, bahkan setelah siang hari yang panas,” tambah Lyla.
Fenomena Musim dan Monsun
Menurut Direktur Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani, cuaca panas Jabodetabek akhir-akhir ini diperkuat oleh Monsun Australia yang membawa massa udara kering dan hangat, serta posisi gerak semu matahari yang lebih selatan, meningkatkan intensitas penyinaran matahari.
Deputi Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, menambahkan, fenomena ini merupakan karakter musiman normal untuk wilayah selatan khatulistiwa. Fluktuasi ini wajar selama masa transisi, ditandai dengan siang hari cerah dan malam atau sore hari hujan lokal.
“Jika awan hujan terbentuk di siang hari, suhu maksimum cenderung turun. Sebaliknya, saat langit cerah, suhu terasa lebih panas,” ujar Ardhasena. [zainal/a46]