Pematangsiantar, Sinata.id – Desak penutupan Tempat Hiburan Malam (THM) Studio 21, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Poros Indonesia surati Wali Kota Pematangsiantar, Wesly Silalahi.
Demikian dikatakan Ketua LBH Poros Indonesia Willy Wasno Sidauruk SH MSi, Selasa 9 Desember 2025. Katanya, surat bernomor 12/LBH-POROS/XII/2025 itu, dilayangkan 8 Desember 2025.
Sebut Willy, LBH yang ia pimpin meminta Pemerintah Kota (Pemko) Pematangsiantar untuk bersikap tegas, dengan menghentikan operasional Studio 21.
Permintaan penutupan disampaikan, seiring dengan penangkapan pimpinan manajemen Studio 21 oleh pihak Ditresnarkoba Polda Sumut beberapa waktu lalu, dalam perkara dugaan tindak pidana narkotika.
Penangkapan sejumlah oknum di Studio 21, termasuk penangkapan terhadap pimpinan manajemen dinilai Willy, bukan sebatas insiden perbuatan pidana biasa. Melainkan, menunjukkan Studio 21 gagal menjalankan kewajiban moral untuk mencegah peredaran narkoba.
“Penangkapan itu adalah bukti bahwa Studio 21 bukan hanya lalai, tetapi telah menjadi ruang berbahaya bagi peredaran narkotika. Pemerintah tidak boleh berdiam diri. Jika dibiarkan, ini bentuk pembiaran dan pelanggaran terhadap ketertiban umum,” tandas Willy.
Advokat ini menambahkan, bahwa Studio 21 sebelumnya telah menandatangani Nota Kesepakatan Anti-Narkoba bersama Polres Pematangsiantar dan Wali Kota Pematangsiantar.
Hanya saja kemudian, setelah penandatanganan MoU dilakukan, justru terjadi tindak pidana yang melibatkan unsur manajemen.
“Ini menunjukkan pengawasan internal yang gagal total. MoU itu bukan pajangan, tetapi komitmen hukum. Pelanggarannya harus dibalas dengan tindakan nyata berupa penghentian operasional,” sebutnya.
Lebih lanjut Willy mengulas dasar hukum untuk menghentikan operasional usaha tempat hiburan malam yang melanggar hukum, seperti UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Kemudian, katanya, ada juga UU 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, KUHP Pasal 55, 56 dan 531, serta Perma 13/2016 tentang Tindak Pidana Korporasi.
Menurutnya, tiga undang-undang dan 1 Perma (Peraturan Mahkamah Agung) tersebut, cukup kuat untuk menjadikan Studio 21 sebagai objek penindakan administratif berupa pembekuan atau pencabutan izin.
Rujukan Hukum atau Yurisprudensi
Ketua LBH Poros Indonesia ini juga menyampaikan hal yang dapat dijadikan rujukan hukum atau yurisprudensi untuk menindak usaha hiburan malam. Diantaranya, penutupan Diskotek Stadium (2014) dan Diskotek Milles (2014), serta putusan MA lainnya yang menyatakan, tempat hiburan dapat ditutup apabila terbukti menjadi ruang peredaran narkoba.
“Kota Pematangsiantar tidak boleh mengulang kegagalan kota lain yang terlambat menutup tempat rawan narkoba. Negara harus hadir sebelum generasi muda jatuh lebih dalam,” pintanya
Meminta Pemko Bertindak Cepat
Sementara, melalui suratnya, LBH Poros meminta wali kota segera mengeluarkan keputusan penghentian operasional sementara, melakukan evaluasi total terhadap izin usaha Studio 21, dan mencabut izin, bila unsur tindak pidana korporasi terpenuhi.
Selain menyurati wali kota, tuturnya, LBH Poros juga menyurati sejumlah institusi di Kota Pematangsiantar. Diantaranya, Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Polres, BNN, DPRD, Sat Pol PP dan Inspektorat. Juga turut disurati, Ombudsman.
“Kami tidak akan berhenti bersuara sampai Studio 21 dihentikan operasionalnya. Ini perjuangan untuk keselamatan bersama,” tukasnya. (*)