Polisi Berpangkat AKBP Bertugas di Dalmas
Kepala Bidang Humas Polda Jawa Tengah Kombes Pol Artanto membenarkan bahwa AKBP Basuki yang disebut dalam kasus ini merupakan perwira menengah yang bertugas di Subdirektorat Pengendalian Massa (Dalmas) Direktorat Samapta Polda Jateng.
“Benar, AKBP Basuki memang pamen di Dalmas,” ujar Artanto.
Ia menyatakan, Polda Jateng memantau proses penyelidikan yang dilakukan Satreskrim Polrestabes Semarang dan akan mengawasi perkembangan penanganan kasus ini melalui Direktorat Reserse Kriminal Umum.
“Kalau nanti ditemukan pelanggaran yang dilakukan (oleh AKBP Basuki), akan ditindak sesuai aturan,” tambahnya.
AKBP Andika Dharma Sena menegaskan, polisi yang berada di kamar bersama korban sudah dimintai keterangan sebagai saksi.
Penyidik juga memeriksa sejumlah saksi lain, termasuk pihak hotel, serta mengumpulkan rekaman CCTV.
Terkait hubungan pribadi antara Dwinanda dan AKBP Basuki, Andika menyebut pihaknya belum bisa menjelaskan lebih jauh.
“Saya belum tahu apakah mereka pasangan atau bukan. Yang jelas, kami dalami dan kumpulkan semua bukti,” ujarnya.
Baca Juga: 42 Negara Lolos Piala Dunia 2026, Sisakan Enam Kursi Playoff Terakhir
Sosok Dwinanda Linchia Levi
Kematian Dwinanda Linchia Levi meninggalkan duka mendalam di lingkungan kampus.
Dekan Fakultas Hukum Untag Semarang, Prof Edy Lisdiyono, meminta aparat penegak hukum mengusut tuntas penyebab kematian dosen mudanya itu dan menyampaikannya secara terbuka kepada publik.
Dwinanda dikenal sebagai akademisi dengan rekam jejak pendidikan yang kuat.
Ia menempuh Magister Ilmu Hukum di Universitas Jenderal Soedirman dan meraih gelar Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Diponegoro pada 2019.
Sejumlah publikasi ilmiah di bidang hukum tercatat terbit antara 2022 hingga 2024.
Kerabat menyebut Dwinanda sebagai sosok pendiam dan fokus pada dunia akademik.
Ia berasal dari Purwokerto dan merantau ke Semarang setelah kedua orang tuanya meninggal.
Ia mulai mengajar sebagai dosen tetap di Untag Semarang sekitar 2021–2022.
Selama di Semarang, korban sebenarnya memiliki kamar kos sendiri yang lokasinya tidak jauh dari kostel tempat ia ditemukan meninggal.
Belakangan, ia disebut kerap keluar-masuk kostel tersebut.
Menurut keluarga, selama ini korban tidak pernah diketahui memiliki riwayat penyakit serius saat tinggal di Semarang, meski belakangan muncul catatan medis mengenai tekanan darah dan gula darah yang tinggi.
Autopsi terhadap jenazah Dwinanda dilakukan untuk menjawab teka-teki yang menyelimuti kematiannya, apakah murni karena sakit atau ada faktor lain yang menyertai.