Teknologi blockchain bekerja di balik layar, menjamin transparansi dan kepemilikan, tanpa mengganggu kesederhanaan pengalaman pengguna.
Bagi Starbucks, teknologi hanyalah alat. Yang utama tetap hubungan jangka panjang.
Nike: Loyalitas sebagai Identitas
Jika Starbucks bertumpu pada kebiasaan, Nike membangun loyalitas dari identitas.
Bagi Nike, menjadi loyal berarti merasa menjadi bagian dari brand. Pendekatan ini tercermin dalam ekosistem token dan aset digital yang mereka kembangkan.
Akses ke produk digital, event, dan komunitas dirancang sebagai pengalaman eksklusif.
Token berfungsi sebagai kunci, bukan komoditas. Nilainya tidak diukur dari fluktuasi harga, melainkan dari keterlibatan yang tercipta.
Narasi tetap dijaga pada gaya hidup, kreativitas, dan komunitas.
Web3 hanya menjadi medium baru untuk memperluas cerita lama yang sudah melekat kuat pada brand.
Loyalitas pun tidak terasa seperti program pemasaran, melainkan identitas yang tumbuh bersama pengguna.
Baca Juga: Bitcoin Terjun Bebas Lima Hari Beruntun, Tekanan Jual Tak Terbendung
Mengapa Brand Besar Menjauhi Spekulasi
Pengalaman Starbucks dan Nike menegaskan satu hal penting: tidak semua token diciptakan untuk tujuan yang sama.
Brand token tidak bisa disamakan dengan coin kripto atau utility token.
Nilainya sepenuhnya bergantung pada reputasi brand dan kepercayaan komunitas.
Ketika kepercayaan itu kuat, token bermakna. Ketika reputasi terguncang, token kehilangan fondasi.
Karena itu, brand besar sangat berhati-hati dalam membingkai token.

